PENGEMBANGAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN PADA
SMA NEGERI DI KOTA PALOPO
Hilal Mahmud
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Palopo
Jln. Agatis Balandai, Kota Palopo
Email: hilalmahmud_wero@yahoo.com
Muhammad Yaumi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Kampus II Jln. Alauddin No. 36 Samata-Gowa
Email: muhammadyaumi@yahoo.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap: (1) model pengembangan
kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada
SMA Negeri di Kota Palopo ; dan (2) pelaksanaan model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota
Palopo. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang kajiannya
bersifat kualitatif-verifikatif untuk mengungkap makna yang ada di balik fenomena realitas
sosial tentang pelaksanaan
pengembangan kinerja
guru melalui
supervisi pendidikan pada SMA
Negeri di Kota Palopo.
Pendekatan
yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologi dalam upaya memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan realitas, situasi, kondisi, dan
interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, dan
dokumentasi. Hasil
penelitian ini menunjukkan dua hal. Pertama, Model pengembangan kinerja guru
melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo memiliki kesamaan
dengan model manajemen kinerja Deming dengan beberapa terminologi berbeda. Kedua, pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optimal karena
sejumlah kelemahan, yaitu: (a) perencanaan baru sebatas penjadualan kegiatan
serta belum dibuat khusus dan detail berdasarkan analisis kebutuhan; (b)
pembinaan dan pendampingan belum optimal dan belum fokus pada kebutuhan guru.
Kata kunci:
Pengembangan, kinerja guru, supervisi pendidikan
Abstract
The purpose of this study was to reveal: (1) teachers’
performance development
model through
educational supervision
at SMAN in Palopo; and (2) the
implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo. This
research includes field research that is verificative qualitative to reveal the
meaning behind the phenomenon of social reality on the teachers’ performance
development through educational supervision at SMAN in
Palopo. The approach used was phenomenology approach in revealing
phenomenon related to the reality, situation, and interaction in the
implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo. Data
collection methods used in this research are interview, observation, and study
documentation methods. The results of this research indicate two things. First, the
teachers’ performance development model through
educational supervision at SMAN in Palopo has similarities with Deming performance development model in different
terms. Secondly, the
implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo is not entirely
optimal because of a number of weaknesses, namely: (a) the planning is just limit of making
schedule and has not made in specific and detail program based on need
analysis; (b) coaching and mentoring
are not entirely optimal and has not focused on teachers’need.
Key words:
Development,
teachers’performance, educational supervision
Peran guru dalam penyelenggaraan
pendidikan sangat dominan. Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam melaksanakan
tugas profesioanalnya, seorang guru harus memiliki bukan hanya bakat, minat,
panggilan jiwa, dan idealisme, tetapi juga komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Guru adalah pemimpin pembelajaran,
fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran.1
Guru adalah agen perubahan yang menduduki jabatan kunci dalam pembelajaran dan
bertindak sebagai katalis dan bertanggungjawab mengelola aktivitas perubahan.
Guru memiliki peran utama dalam upaya pembaruan pendidikan.
Tuntutan
dan harapan yang begitu tinggi terhadap tugas profesional guru diperhadapkan
pada suatu realitas bahwa profesionalitas guru di Indonesia masih belum
menggembirakan. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diikuti 243.619 orang guru
secara nasional pada 2012 masih sangat memprihatinkan, yaitu rata-rata 44,5.2
Hasil penelitian Afifuddin mengenai kinerja guru madrasah menunjukkan bahwa
kinerja guru madrasah yang termasuk dalam kategori sangat baik dan baik mencapai
55,5%, dan sisanya 44,5% dalam kategori cukup baik, kurang baik, dan tidak
baik.3 Hasil penelitian Muhammad Yaumi menunjukkan perlunya
pendampingan bagi guru untuk mengembangkan kinerjanya.4 Kinerja guru
yang belum optimal membutuhkan bantuan dan bimbingan untuk pengembangan ke arah
yang lebih baik. Mark menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi
secara signifikan terhadap motivasi kerja, prestasi, dan profesionalisme guru
adalah layanan supervisi kepala sekolah.5 Bantuan, bimbingan, dan
pendampingan dapat diperoleh guru melalui supervisi pendidikan.
Dalam upaya
mengoptimalkan pelaksanaan tugas
profesional guru maka program pengembangan kinerja
guru melalui supervisi pendidikan
menjadi suatu keniscayaan. Berdasarkan observasi
awal peneliti ke beberapa SMA Negeri di kota Palopo, ditemukan fakta berikut
ini. Pertama, program pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan
masih belum optimal. Kedua, Tim Pengembang Kurikulum yang dibentuk di sekolah dan
bertugas sebagai
pendamping dan membantu guru
dalam memecahkan masalah pembelajaran belum berjalan
efektif. Ketiga,
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai wadah tempat para guru mata
pelajaran sejenis berkumpul, saling berbagi informasi, serta menjadi tempat
guru meningkatkan dan mengembangkan kinerjanya, belum dimanfaatkan secara
optimal.
Tuntutan dan harapan yang begitu tinggi dari masyarakat dan pemerintah
kepada guru agar dapat menampilkan kinerja terbaiknya, diperhadapkan dengan situasi
dan kondisi faktual yang dikemukakan di atas, khususnya SMA Negeri di Kota Palopo menunjukkan pentingnya upaya pengembangan kinerja guru. Situasi ini menarik dan
menjadi isu mendasar yang berusaha diungkap untuk menjadi bahan kajian dan estimasi pola pengembangan
kinerja guru yang lebih ideal bagi sekolah di kota Palopo, bahkan di Indonesia. Masalah pokok yang akan
diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan kinerja
guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Pokok masalah
ini dirumuskan dalam dua rumusan masalah, yaitu: (1) bagaimana model pengembangan kinerja guru melalui
supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo? dan (2) bagaimana pelaksanaan
model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di
Kota Palopo?
KAJIAN
TEORETIS
Model
Pengembangan Kinerja Guru dan Manajemen Kinerja
Kata
“model” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti
pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.6
Definisi model dikemukakan secara beragam oleh para pakar. Snelbecker,
sebagaimana dikutip Muhammad Yaumi, mengatakan bahwa model is a concretization of a theory which is meant to be analogous to
or representative of the process and variables involved in the theory
(model adalah konkretisasi/perwujudan teori yang dimaksudkan untuk menjadi
analog atau wakil dari proses dan variabel yang terlibat dalam teori). Yaumi
menjelaskan bahwa model merupakan sesuatu yang berwujud dalam bentuk fisik atau
penjabaran teori untuk dijadikan acuan dalam menjalankan sesuatu. Prawiradilaga
mengartikan model sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur dan
sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut
saran.7 Dari berbagai pandangan yang
dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model adalah pola/bentuk atau
prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang dijadikan acuan dalam
menjalankan sesuatu.
Pengembangan
juga merupakan salah satu prinsip dasar manajemen kinerja.8
Terdapat beberapa pandangan para pakar tentang pengembangan. R. Wayne Mondy dan
Robert M. Noe memandang bahwa: “Development
involves learning that goes beyond today’s job and has a more long-term focus.
It prepares employees to keep pace with the organization as it changes and
grows.”9 Pandangan Mondy dan Noe ini memberikan
gambaran bahwa pengembangan merupakan pembelajaran atau upaya peningkatan
pengetahuan yang dituntut dalam pekerjaannya dan fokus pada kepentingan jangka
panjang. Pengembangan merupakan upaya mempersiapkan karyawan melaksanakan
tugasnya pada organisasi atau lembaga yang senantiasa mengalami perubahan dan
pertumbuhan. Pandangan senada dikemukakan oleh
Mangkuprawira bahwa pengembangan dapat diartikan berupa upaya meningkatkan
pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa
depan.10 Raymond A. Noe, dkk. menjelaskan bahwa
pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan,
penilaian kepribadian dan kemampuan yang membantu para karyawan mempersiapkan
dirinya di masa depan.11
Dengan demikian, pengembangan merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh
organisasi atau lembaga pendidikan agar pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan karyawan/tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang
mereka lakukan.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘kinerja’ berarti sesuatu yang dicapai; prestasi
yang diperlihatkan; atau kemampuan kerja. Amstrong dan Baron menjelaskan bahwa
kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari
organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dakam
kerangka tujuan dan standar, dan persyaratan atribut yang disepakati.12
Supardi mengemukakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan dan keberhasilan guru
dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran yang ditunjukkan oleh dimensi: (1)
kemampuan menyusun rencana pembelajaran; (2) kemampuan melaksanakan
pembelajaran; (3) kemampuan melaksanakan hubungan antar pribadi; (4) kemampuan
melaksanakan penilaian hasil belajar; dan (5) kemampuan melaksanakan program
pengayaan dan remedial.13 Guru
yang memiliki kinerja adalah guru yang memiliki kecakapan pembelajaran, wawasan
keilmuan yang mantap, wawasan sosial yang luas, bersikap positif terhadap
pekerjaannya, dan menunjukkan prestasi kerja sesuai standar kinerja yang
dipersyaratkan. Kinerja guru merupakan kemampuan dan keberhasilan guru dalam
melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.
Merujuk
pada pengertian model, pengembangan dan kinerja di atas maka model pengembangan
kinerja dapat diartikan sebagai pola/bentuk atau prosedur kerja yang teratur
dan sistematis yang dijadikan acuan dalam menjalankan yang dilakukan oleh
organisasi atau lembaga pendidikan agar pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan karyawan/tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan pekerjaan mereka
dalam menunjukkan kemampuan dan keberhasilan mereka melaksanakan tugas-tugas.
Model pengembangan kinerja guru merupakan prosedur kerja yang teratur dan
sistematis yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga pendidikan agar
kompetensi tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan tugas profesionalnya. Model
pengembangan kinerja guru dapat dilakukan melalui layanan supervisi pendidikan
dan atau melalui melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP).
Untuk memudahkan memahami model pengembangan kinerja
guru, berikut ini dikemukakan beberapa model manajemen kinerja oleh beberapa
pakar. Manajemen kinerja merupakan proses kegiatan memahami dan mengelola
penampilan dan prestasi kerja (kinerja) untuk mencapai tujuan
organisasi/sekolah. Beberapa model manajemen kinerja yang akan dikemukakan
disini adalah model Deming, model
Torrington dan Hall, serta model Ken Blanchard dan Garry Ridge.14
Model manajemen
kinerja Deming dimulai dengan menyusun rencana, melakukakan tindakan
pelaksanaan, memonitor jalannya dan hasil pelaksanaan, dan akhirnya melakukan review atau peninjauan kembali atas
jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah dicapai. Jika terjadi
deviasi (penyimpangan) antara rencana dengan kemajuan yang dicapai, dilakukan
tindakan perbaikan untuk memastikan pencapaian tujuan. Proses kinerja Deming
disebut siklus karena proses kinerjanya akan berulang kembali melalui
tahapan-tahapan tersebut di atas. Model kinerja Deming dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar
1 Model (Siklus) Manajemen Kinerja Deming
Model
manajemen kinerja Torrington dan Hall melalui tahapan yang hampir sama dengan
siklus Model Deming dengan aktivitas berbeda. Tahapan siklus Model Torrington
dan Hall melalui tahapan: (1) merumuskan/menentukan harapan kinerja; (2)
menentukan dukungan yang diberikan terhadap kinerja untuk mencapai tujuan; (3)
pelaksanaan kinerja dengan melakukan peninjauan kembali (review) dan
penilaian terhadap kinerja; dan (4) melakukan pengelolaan terhadap standar
kinerja yang harus dijaga untuk mencapai tujuan. Siklus Manajemen Kinerja
Torrington dan Hall dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2
Model manajemen
kinerja Torrington dan Hall
Model
manajemen kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge cukup sederhana yang disebut
sistem, terdiri dari tiga bagian: (1) Performance Planning (perencanaan kinerja),
yaitu menetapkan tujuan, sasaran, dan standar kerja; (2) Day-to-Day Coaching
(coaching setiap hari) atau execution (pelaksanaan), yaitu
mengamati dan memonitor kinerja, memuji kemajuan dan mengarahkan ulang jika
diperlukan; dan (3) Performance Evaluation (evaluasi kinerja) atau Review
and Learning (peninjauan ulang dan pembelajaran), yaitu duduk bersama
meninjau ulang kinerja di akhir priode waktu. Model (Sistem) manajemen kinerja
Ken Blanchard dan Garry Ridge dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3 Model (Sistem) Manajemen Kinerja Ken Blanchard dan Garry
Ridge
Supervisi
Pendidikan dan Pemberdayaan Guru
Dadang Suhardan mengemukakan bahwa supervisi
merupakan pengawasan profesional dalam bidang akademik, dijalankan berdasarkan
kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya yang menuntut kemampuan ilmu
pengetahuan yang mendalam serta kesanggupan untuk melihat peristiwa
pembelajaran dengan misi utama memberi pelayanan kepada guru untuk
mengembangkan mutu pembelajaran. Bordman et al., sebagaimana dikutip Supardi,
menjelaskan bahwa supervisi pendidikan adalah suatu usaha mendorong,
mengkoordinasikan dan membimbing secara kontinu pengembangan guru-guru di
sekolah baik individu maupun kelompok agar lebih efektif dalam mewujudkan
seluruh fungsi pembelajaran.15 Pandangan yang dikemukakan di atas menunjukkan
bahwa supervisi pendidikan bukan hanya
ilmu pengetahuan tetapi juga kegiatan profesional yang dilaksanakan oleh
supervisor (kepala sekolah dan pengawas sekolah) melalui pengawasan, pembinaan,
dan layanan bantuan kepada para guru untuk pengembangan kinerja guru di
sekolah.
Arikunto
mengemukakan tiga sasaran supervisi pendidikan, yaitu pembelajaran, pendukung
kelancaran pembelajaran atau administrasi guru dan kelembagaan.16 Suhardan mengelompokkan supervisi pendidikan kedalam 3 jenis, yaitu: (1)
supervisi akademik yang dititikberatkan pada hal-hal yang terjadi dalam
kegiatan pembelajaran; (2) supervisi administrasi yang dititikberatkan pada
aspek-aspek pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran; dan (3)
supervisi lembaga yang dititikberatkan pada aspek-aspek sekolah untuk
meningkatkan kinerja sekolah secara
keseluruhan.17 Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa sasaran supervisi pendidikan adalah pengkajian situasi
pembelajaran, peningkatan situasi pembelajaran, dan penilaian terhadap media,
metode, dan hasil pembelajaran. Sasaran supervisi pendidikan adalah
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran melalui layanan pengawasan,
pembinaan, dan bantuan kepada para guru untuk
pengembangan kinerja guru di sekolah.
Para pakar dalam bidang supervisi
pendidikan telah mengembangkan model supervisi pendidikan untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan, khususnya pembelajaran dalam
kelas. Berdasarkan pengembangan model yang dikemukakan oleh para pakar,
terdapat sejumlah model supervisi pendidikan yang dilaksanakan di sekolah,
yaitu: Supervisi Pengembangan, Supervisi Rekan Sejawat/Peer Supervision,
Supervisi Inkuiri/Action Research, Supervisi Klinik.18
Model Supervisi Pengembangan adalah model
supervisi yang dikembangkan oleh Glickman, Gordon dan Ross-Gordon. Supervisi
pengembangan, meliputi: pengembangan kurikulum, observasi, dan pengembangan
profesionalisme guru. Pengembangan kurikulum, yaitu bimbingan dan bantuan yang
diberikan oleh supervisor kepada guru dalam proses merancang, menyelaras, dan
melaksanakan kurikulum di sekolah. Pengembangan kurikulum melibatkan
aktivitas-aktivitas yang melibatkan supervisor dan guru untuk meningkatkan
keberhasilan pelaksanaan kurikulum di sekolah. Observasi merupakan supervisi
pembelajaran yang memerlukan supervisor masuk ke dalam kelas ketika guru sedang
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru dilakukan
dengan memberi kesempatan dan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan
profesionalitas mereka dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, serta
melaksanakan evaluasi pembelajaran. Kerangka teori supevisi pengembangan
Glickman dkk. dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:
Gambar 4 Kerangka Teori Supervisi
Pengembangan Glickman dkk.
Pengetahuan
|
Peningkatan Pembelajaran Peserta Didik
|
Kemampuan Interpersonal
|
Kemampuan Teknikal
|
Supervisi Pengembangan
|
Pengembangan Kurikulum
|
Pengembangan Profesionalisme Guru
|
Tujuan Sekolah
|
Observasi
|
Kebutuhan Guru
|
Model Supervisi Rekan Sejawat/Peer
Supervision adalah model supervisi yang dilakukan oleh rekan sejawat untuk
saling membantu satu sama lain. Supervisi ini tidak bersifat menilai tetapi
mengutamakan kerjasama dalam menemukan perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil
observasi rekan sejawat. Model ini mempunyai kesamaan dengan kegiatan
pemberdayaan guru melalui pengembangan kinerja guru secara berkelanjutan di MGMP. Pemberdayaan
guru melalui pengembangan komunitas belajar profesional dilaksanakan dalam
bentuk penerapan lesson
study. Mulyana
mengemukakan, sebagaimana dikutip Rusman, bahwa lesson study adalah suatu model pembinaan profesi
pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
learning community. Tujuan lesson study adalah untuk: (1)
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru
mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi guru lainnya
dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara
sistematis melalui inquiry kolaboratif; (4) membangun sebuah
pengetahuan pedagogis dari guru kepada guru lainnya.19 Lesson
study sebenarnya dapat dijadikan satu model
pengembangan kinerja guru baik di tingkat sekolah maupun di tingkat
kabupaten/kota. Melalui model ini para guru dapat melakukan pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning
community dengan melibatkan pakar dari Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) atau perguruan tinggi terdekat.
Model Supervisi Inkuiri/Action Researh
merupakan pendekatan yang merujuk kepada kajian yang dilakukan sendiri oleh
guru melalui refleksi terhadap pembelajaran. Melalui supervisi inkuiri, guru
secara individu atau dengan kerjasama dengan guru-guru lain melibatkan diri
dalam penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Pengembangan
kinerja guru, disamping melalui supervisi pendidikan, dapat pula melalui
pemberdayaan guru dapat pula dilakukan dengan memberi kesempatan dan fasilitas
kepada guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan
suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. PTK adalah kegiatan ilmiah sehingga laporan hasil PTK merupakan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang menjadi salah satu aspek pengembangan profesi
guru.
Model Supervisi Klinik diperkenalkan oleh
Cogan dan dikembangkan oleh Goldhammer dkk. R. Willem menyebut supervisi klinik
sebagai model supervisi yang difokuskan pada masalah ril yang dialami guru.
Model ini memberi peluang kepada guru untuk berinisiatif menemukan masalahnya
dalam pembelajaran dan berusaha mencari
alternatif pemecahannya melalui siklus ysng sistematis, perencanaan,
pengamatan, dan analisis yang intensif serta cermat terhadap penampilan (kinerja)
mengajar guru. Supervisi klinik membantu guru memperkecil kesenjangan antara
tingkah laku mengajar yang nyaya dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Model
ini terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru.
Teknik supervisi pendidikan adalah cara sistematis yang digunakan dalam
melaksanakan program supervisi pendidikan secara kelompok atau individu, baik
langsung (bertatap muka), maupun tidak langsung (melalui media komunikasi).
Pandangan ini sejalan dengan pendapat Anderson dan Gall yang mengelompokkan
teknik supervisi berdasarkan banyaknya guru yang dibimbing, yaitu teknik
kelompok dan teknik individual. Rifai membedakan teknik supervisi berdasarkan
cara melakukan supervisi, yaitu supervisi langsung dan supervisi tidak
langsung. Engkoswara dan Aan Komariah mengemukakan
tujuh teknik supervisi, yaitu: (1) Kunjungan sekolah/school visit; (2)
Kunjungan kelas/class visit; (3) Kunjungan antar sekolah/intervisitation;
(4) Pertemuan Pribadi/Individual Conference; (5) Rapat Guru; (6)
Penerbitan bulletin profesional; dan (7) Penataran. Hal senada dikemukakan oleh
Hilal Mahmud dengan beberapa tambahan, yaitu: (1) Kelompok Diskusi Terfokus/Focus
Group Discussion; (2) Penelitian Tindakan Kelas/ Classroom Action
Research; (3) Portofolio/ Portfolio; (4) Kerjasama/Network;
(5) Mentoring; (6) Lesson Study.20 Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa dalam upaya memberikan layanan pengawasan, pembinaan,
dan bantuan kepada guru uintuk mengembangkan kinerjanya, berbagai teknik
supervisi dapat digunakan oleh supervisor untuk membantu para guru meningkatkan
penampilan dan hasil kerja (kinerja) mereka, baik secara kelompok atau individu
maupun secara langsung atau tidak langsung.
Kinerja suatu organisasi
sangat ditentukan oleh sumber daya manusia. Untuk mengembangkan kinerja sumber
daya manusia, di samping melalui pendidikan dan pelatihan serta supervisi
pendidikan, pengembangan kinerja dapat pula dilakukan melalui pemberdayaan.
Smith mengemukakan bahwa memberdayakan berarti mendorong orang menjadi lebih
terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang memengaruhi pekerjaan mereka.
Robbins memberikan pengertian pemberdayaan sebagai menempatkan pekerja
bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan. Pandangan yang sama dengan
formulasi berbeda dikemukakan oleh Greenberg dan Baron bahwa pemberdayaan
merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan
keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka. Pandangan senada
dikemukakan oleh Newdtrom dan Davis bahwa pemberdayaan merupakan setiap proses
yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar
informasi yang relevan dan ketentuan tentang pengawaan atas faktor-faktor yang
memengaruhi prestasi kerja.21 Sumber daya manusia yang diberdayakan diharapkan memiliki motivasi
tinggi, kreatif, dan mampu mengembangkan inovasi sehingga kinerjanya akan
semakin baik dan sempurna sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Jika merujuk kepada pandangan
tersebut di atas, maka pemberdayaan guru berarti pemberian kepercayaan,
tanggung jawab, dan wewenang kepada guru agar lebih berdaya dan berkemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Di sekolah ada beberapa kegiatan yang
dapat dikerjakan oleh para guru melalui pemberdayaan, yaitu: pemberdayaan
individu guru meliputi penelitian tindakan kelas, team teaching, focus
group discussion, lesson study, dan pemberdayaan organisasi MGMP.
Dalam pemberdayaan, peran kepala sekolah sebagai pemimpin sangat penting.
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus senantiasa memberikan motivasi,
menunjukkan empati, kepercayaan dan komitmen, serta menunjukkan hubungan kerja
yang efektif.
Kebutuhan guru
akan dorongan motivasi dan suasana kondusif untuk mewujudkan pemberdayaan guru
membutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang memiliki kemampuan mengembangkan
setiap guru menjadi self-leader. Guru yang self leader adalah
guru yang memiliki pola pikir, perilaku dan tanggungjawab mengatasi tantangan
yang dibebankan kepadanya, inisiatif, kreatif, inovatif, dan mampu memimpin
diri mereka sendiri. Kepala sekolah yang mampu mendesain, menetapkan sistem,
memengaruhi, dan membentuk guru menjadi self-leader adalah superleader.
Superleader adalah pemimpin yang mampu memimpin orang lain untuk
memimpin diri sendiri. Superleader memungkinkan
esensi semua kontrol atas kinerja guru adalah pada kompetensi dan potensi guru
itu sendiri.22 Kepala sekolah yang superleader memungkinkan memiliki kemampuan mendorong SDM guru untuk berinisiatif,
bertanggungjawab sendiri, percaya diri, merencanakan tujuan sendiri, berpikir
secara positif, dan mampu mengatasi permasalahan. Kepala sekolah yang superleader memberi semangat kepada guru untuk
bertanggungjawab, fokus pada strategi pemberdayaan melalui peningkatan
keterampilan, pengetahuan, dan keyakinan akan kemampuan dan potensi guru yang
dipimpinnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini termasuk jenis penelitian lapangan yang kajiannya bersifat kualitatif-verifikatif untuk mengungkap
makna yang ada di balik fenomena realitas sosial tentang pelaksanaan
pengembangan kinerja guru melalui
supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Strategi
analisis data dalam penelitian ini mengarah pada strategi analisis data
kualitatif-verifikatif yaitu berupaya menganalisis data penelitian secara
induktif yang dilakukan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Untuk
memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan
kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri
di Kota Palopo, peneliti bertolak dari data empiris yang ditemukan di lapangan.
Penelitian ini juga tidak menetapkan penelitiannya berdasarkan variabel
penelitian tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek
tempat (place), yaitu SMA Negeri di Kota Palopo, pelaku (actor),
yaitu para Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan guru SMA Negeri di Kota Palopo,
Komite Sekolah, serta Dewan Pendidikan Kota Palopo, dan aktivitas (activity). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fenomenologi dalam
upaya memahami makna dari suatu peristiwa atau fenomena yang saling berpengaruh
dengan pelaku dalam situasi tertentu dalam pelaksanaan pengembangan kinerja
guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri
di Kota Palopo. Dengan pendekatan fenomenologi, peneliti berupaya memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan realitas, situasi, kondisi, dan
interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Dalam penelitian
ini peran peneliti adalah sebagai instrumen kunci dalam mengumpulkan data
dengan menggunakan pengamatan langsung, wawancara, dan studi dokumen terhadap
pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi
pendidikan
pada SMA Negeri di Kota Palopo. Pengamatan langsung dilakukan dengan cara
mengamati guru, berusaha masuk di dalam dunia konseptual mereka dan
berinteraksi dengan mereka di sekolah agar dapat memahami konstruksi berpikir
mereka tentang pelaksanaan pengembangan kinerja guru yang mereka alami.
Wawancara dilakukan dengan berusaha memahami, menggali pandangan dan pengalaman
mereka untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi
dokumentasi berupa penelaahan dokumen pribadi/resmi, referensi, atau peraturan
yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian. Sumber data
dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara, dan
studi dokumentasi.
Instrumen utamanya adalah peneliti sendiri
untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Instrumen
pendukung adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan field note
(catatan lapangan).
Penelitian
ini merupakan kajian sosiologis mikro dengan mengamati pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan
logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal
khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum.
Strategi analisis data seperti dikemukakan di atas digunakan untuk memahami,
mengkaji, dan menganalisis pelaksanaan pengembangan
kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri
di Kota Palopo. Proses pengelolaan dan analisis data dalam penelitian ini
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah
selesai di lapangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berusaha
mengungkap pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada
SMA Negeri di Kota Palopo. Temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini
dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: (1) Model Pengembangan kinerja guru melalui
supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo; dan (2) Pelaksanaan
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota
Palopo.
Model Pengembangan Kinerja Guru melalui Supervisi Pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo
Berdasarkan data
dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, peneliti menemukan
bahwa model pengembangan kinerja guru yang diterapkan pada SMA Negeri di Kota
Palopo adalah model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan.
Model pengembangan kinerja guru melalui pemberdayaan guru (PTK dan MGMP) belum
dijadikan program pengembangan kinerja guru pada SMA Negeri di Kota
Palopo. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
hanya dilaksanakan oleh sebagian guru untuk memenuhi persyaratan kenaikan
pangkat dari Golongan IV/a menjadi IV/b. Musyawarah Guru Mata Pelajaran juga
belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para guru sebagai wadah berbagi pengalaman
dan mendiskusikan cara pemecahan masalah pembelajaran yang dialami di dalam
kelas.
Model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan merupakan proses
interaksi yang teratur dan sistematis antara supervisor (pengawas
sekolah/kepala sekolah/guru senior) melalui tahapan sebagai berikut: (1) tahap pra observasi,
dilaksanakan sebelum supervisor mengunjungi kelas sasaran. Pada tahap ini
supervisor mensupervisi administrasi guru untuk memastikan kesiapan guru dalam
mengajar; (2) tahap pelaksanaan observasi di dalam kelas sasaran, memantau
penampilan kerja guru dalam kelas dan mencatat temuan/kinerja guru dalam
pembelajaran; dan (3) tahap post-observasi/refleksi,
dilaksanakan setelah pelaksanaan observasi di dalam kelas. Tahap
post-observasi/refleksi adalah tahap pembinaan, pendampingan dan pengembangan penampilan
kerja guru dengan merefleksikan seluruh aktivitas dan mendiskusikan berbagai
temuan dalam pelaksanaan observasi. Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5 Model
Pengembangan Kinerja Guru melalui Supervisi Pendidikan pada
SMA Negeri di Kota Palopo
Model pengembangan kinerja melalui
supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo
sebagaimana digambarkan di atas memiliki kesamaan dengan model manajemen
kinerja Deming dengan beberapa terminologi berbeda. Untuk memudahkan membandingkan model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo dan
manajemen kinerja Deming, peneliti menggambarkan model manajemen kinerja Deming,
sebagai berikut:
Gambar 6 Model (Siklus) Manajemen Kinerja
Deming
Model
manajemen kinerja Deming dimulai dengan menyusun rencana, sedangkan model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada
SMA Negeri di Kota Palopo juga dimulai dengan rencana namun hanya sebatas
menyusun jadual. Dalam pelaksanaannya, jadual yang dibuat kadang-kadang
diabaikan dan hanya mengikuti jadual tugas mengajar guru yang akan disupervisi.
Siklus kedua (tindakan, yaitu melakukan tindakan pelaksanaan,) dan ketiga
(monitor, yaitu mengamati jalannya
kegiatan dan hasil ) dari model manajemen kinerja Deming, memiliki kesamaan
dengan tahap pra-observasi (memeriksa kesiapan guru dalam menghadapi kegiatan
pembelajaran di dalam kelas) dan pelaksanaan observasi (mengamati pelaksanaan
kegiatan pembelajaran) pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Siklus
keempat (review, yaitu melakukan
peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah dicapai
serta melakukan tindakan perbaikan untuk memastikan pencapaian tujuan) memiliki
kesamaan dengan tahap post-observasi atau refleksi (melakukan pembinaan,
pendampingan dan pengembangan penampilan kerja guru dengan merefleksikan
seluruh aktivitas dan mendiskusikan berbagai temuan dalam pelaksanaan
observasi) dan tahap rapat guru (melakukan pembinaan dan pendampingan untuk
semua guru) pada model pengembangan kinerja guru melalui
supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Berdasarkan data
dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, peneliti menemukan
bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optomal.
Dalam praktiknya, ditemukan beberapa kelemahan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, monitor, dan review dengan merujuk pada model manajemen kinerja
Deming. Pada tahap perencanaan dalam model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo baru sebatas penjadualan kegiatan, belum
dibuat khusus dan detail berdasarkan analisa kebutuhan. Demikian halnya pada
tahap selanjutnya masih terdapat sejumlah kelemahan. Pemberian bantuan,
bimbingan, dan pendampingan kepada guru masih kurang optimal karena alasan
keterbatasan waktu yang tersedia. Rapat guru membahas temuan juga kurang
optimal karena waktu yang digunakan singkat serta pembahasannya sangat umum dan
tidak detail. Dalam rangka memperbaiki kelemahan yang terjadi pada model
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo maka beberapa aktivitas
dalam model manajemen kinerja Torrington dan Hall serta model manajemen kinerja
Ken Blanchard dan Garry Ridge penting dipertimbangkan.
Model
manajemen kinerja Torrington dan Hall serta model manajemen kinerja Ken
Blanchard dan Garry Ridge dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
7
Model Manajemen
Kinerja Torrington dan Hall
Gambar 8 Model
(Sistem) Manajemen Kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge
Kelemahan
dalam perecanaan pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di
Kota Palopo perlu diperbaiki dengan melakukan tindakan menetapkan tujuan,
sasaran, dan standar kerja sebagaimana tahapan perencanaan kinerja (performance planning) dari Blanchard dan
Ridge atau merumuskan dan menentukan harapan kinerja serta memastikan adanya
dukungan (fasilitas, dana, tindakan yang menginspirasi) sebagaimana tahapan
model manajemen kinerja Torrington dan Hall. Tahapan evaluasi kinerja (performance evaluation) atau peninjauan
ulang dan pembelajaran (review and
learning) dari model manajemen kinerja Blanchard dan Ridge perlu pula
dipertegas bentuk pelaksanaannya dalam model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di
Kota Palopo. Tahapan evaluasi kinerja sebaiknya dilakukan dalam pertemuan yang
dihadiri para guru, pengawas sekolah, dan didampingi pakar dari perguruan
tinggi mitra sekolah. Tahapan ini akan lebih bermakna bagi pengembangan kinerja
guru jika dilaksanakan atas inisiatif guru (pemberdayaan) dan didukung
sepenuhnya (fasilitas, dana, dan tindakan menginspirasi) oleh kepemimpinan
kepala sekolah.
Tindakan peninjauan ulang dan pembelajaran dapat
dilakukan oleh kelompok guru mata pelajaran sejenis dalam bentuk Focused Group Discussion atau mengadopsi
nilai kearifan lokal dalam bentuk ”Tudang
Sipulung”, yaitu melakukan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas untuk membangun komunitas belajar
(learning community). Komunitas belajar ini berupaya memperoleh: (1)
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana peserta didik belajar dan guru
mengajar; (2) model-model pembelajaran inovatif yang dilakukan oleh guru lain dalam
pembelajaran; (3) mengembangkan kompetensi guru (pedagogis, personal, sosial dan
profesional) dari guru kepada guru lainnya.
Pelaksanaan Pengembangan Kinerja Guru Melalui Supervisi Pendidikan pada
SMA Negeri di Kota Palopo
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan
pada bagian sebelumnya, ditemukan bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja guru
melalui supervisi pendidikan, meliputi supervisi administrasi guru dan
supervisi kunjungan kelas. Supervisi
administrasi guru pada umumnya dilaksanakan segera sebelum supervisi kunjungan
kelas, namun dapat pula dilaksanakan di awal semester setelah para guru
menyusun perangkat administrasi guru dalam kelompok guru mata pelajaran di
bawah koordinasi Tim Pengembang Kurikulum. Jika supervisi administrasi guru
dilaksanakan segera sebelum supervisi kunjungan kelas maka aktivitas itu
menjadi bagian dari prosedur atau tahapan supervisi kunjungan kelas, yaitu
pra-observasi. Prosedur atau tahapan supervisi kunjungan kelas, meliputi
pra-observasi, observasi, dan refleksi. Tahap pra
observasi dilakukan untuk membantu guru mempersiapkan diri melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas. Pada tahap ini guru harus memperlihatkan silabus dan RPP
kepada supervisor. RPP penting dibawa masuk kelas karena dijadikan pedoman
dalam pembelajaran. Pada tahap observasi, supervisor mencatat berbagai temuan
dengan menggunakan format supervisi pembelajaran yang sudah disiapkan. Pada
tahap refleksi, supervisor menyampaikan beberapa temuan dalam kegiatan
pembelajaran dan berusaha mendiskusikan masalah-masalah yang jadi temuan
tersebut untuk perbaikan kinerja guru bersangkutan. Jika salah satu atau
beberapa temuan dalam kegiatan pembelajaran merupakan masalah umum guru, maka
hal itu menjadi catatan supervisor untuk dibawa ke forum pertemuan guru untuk
didiskusikan.
Supervisor,
seharusnya, berada dalam kelas sejak kegiatan pembelajaran dimulai sampai
selesai. Tetapi kadang-kadang tidak sampai selesai. Alasannya, banyak guru
merasa kikuk mengajar kalau pengawas sekolah berada dalam ruangan. Secara
psikologis masih banyak guru yang disupervisi menganggap bahwa supervisor yang
melakukan supervisi adalah atasan yang tidak hanya memantau, tetapi juga
menilai pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Akibatnya, masih banyak
guru yang selalu dihinggapi kekhawatiran melakukan kesalahan dalam
pembelajaran. Jika melihat hal semacam
itu, supervisor segera keluar kelas mengahiri observasi kelas. Jika dalam
observasi kelas ada temuan, maka supervisor memberikan bimbingan dan
pendampingan. Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan Esman, Kepala SMA
Negeri 2 Palopo melakukan pemantauan pembelajaran melalui layar monitor CCTV
yang ada di ruangannya. Aspek psikologis yang mempengaruhi penampilan kerja
para guru yang disupervisi ini sejalan dengan teori Gibson et.al. yang
menyatakan bahwa perilaku kerja dan kinerja dipengaruhi oleh variabel individu,
variabel organisasi, dan variabel psikologis. Variabel psikologis terdiri dari
sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Berangkat
dari teori ini, peneliti berkeyakinan bahwa kesan kaku dan khawatir itu bisa
muncul sangat tergantung bagaimana persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi
itu dibangun oleh kedua belah pihak (supervisor dan guru) dalam interaksi
sosial mereka.
Ada sejumlah
alasan mengapa kehadiran pengawas sekolah atau kepala sekolah dalam supervisi
kunjungan kelas sering memengaruhi penampilan guru dalam pembelajaran.
Kehadiran supervisor lebih dominan mengawasi dan menilai penampilan kerja guru
yang dalam paradigma lama sebagai alat kontrol birokrasi untuk mengetahui
keterlaksanaan program-programnya. Hal ini didukung oleh fakta bahwa temuan
supervisor berkaitan dengan ada tidaknya perangkat administrasi guru,
pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan yang tertera dalam RPP, dan
pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai alokasi waktu. Beberapa temuan supervisor
dapat dijadikan bahan perbaikan pembelajaran, misalnya: kelemahan dalam membuka
dan menutup pembelajaran, kelemahan dalam penggunaan model/strategi/metode
pembelajaran, dan kelemahan dalam pemanfaatan media pembelajaran berbasis IT.
Temuan-temuan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan pribadi antara
supervisor dan guru, hasil temuan disampaikan di dalam rapat guru, dan atau
disampaikan kepada kepala sekolah sebagai bahan penilaian kinerja guru.
Berdasarkan
hasil wawancara dan observasi, peneliti menemukan bahwa pelaksanaan
pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di kota
Palopo belum memberikan ruang yang cukup bagi guru untuk berpartisipasi.
Kondisi ini menafikan paradigma bahwa guru sebagai tenaga pendidik profesional
memiliki otonomi dalam membuat keputusan penting dalam pembelajaran. Padahal,
supervisi pendidikan seyogyanya memberi ruang yang cukup bagi pemberdayaan
guru. Pemberdayaan berarti memberi ruang yang cukup bagi guru untuk
berpartisipasi dalam mengembangkan kinerjanya melalui berbagai aktivitas yang
dirancang dari awal oleh sekolah. Pada sisi ini, temuan dalam penelitian ini
menguatkan hasil penelitian Atip Suherman dengan judul “Kontribusi Implementasi
Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru dan Terhadap Kegiatan Belajar
Mengajar di SMA Negeri 4 Bogor” yang menyimpulkan bahwa manajemen partisipatif
yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bogor telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap pengembangan kinerja guru dan kegiatan belajar
mengajar berlangsung lebih efektif.
Temuan-temuan
dalam supervisi pendidikan, seyogyanya, ditindaklanjuti dengan program
pembinaan yang lebih memberdayakan, misalnya pemberian dukungan yang kuat baik
dana maupun bimbingan teknis yang intens sehingga memotivasi dan membangkitkan
komitmen guru dalam kegiatan PTK dan MGMP untuk mewujudkan pembelajaran
inovatif. Pada sisi ini, kajian Uhar Suharsaputra tentang model pengembangan
kinerja guru melalui dua pendekatan patut dipertimbangkan oleh supervisor.
Pendekatan individu yang dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah dan pengawas
sekolah) diamati melalui kegiatan supervisi administrasi, supervisi kunjungan
kelas, serta pemberdayaan guru melalui penelitian tindakan kelas. Pendekatan
organisasi dan manajemen yang dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah dan
pengawas sekolah) diamati melalui kegiatan pemberdayaan guru melalui organisasi
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Pelaksanaan
model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan, khususnya
supervisi kunjungan kelas belum optimal dan mengalami hambatan di beberapa
sekolah. Keterbatasan waktu adalah alasan yang pada umumnya dikemukakan oleh
kepala sekolah. Selain itu, faktor terbatasnya fasilitas sekolah, terbatasnya
biaya, sikap guru yang sulit berubah merupakan kendala yang dilihat oleh
beberapa pengawas sekolah. Hambatan lain dalam pelaksanaan supervisi
pendidikan, khususnya supervisi kunjungan kelas, dikemukakan oleh beberapa
kepala sekolah pada SMA Negeri di Kota Palopo, yaitu ketidaksiapan sebahagian
guru untuk berubah, persepsi guru tentang supervisi, dan keterbatasan dana
untuk melaksanakan tindak lanjut temuan berupa diklat, penelitian tindakan
kelas atau pertemuan guru di MGMP. Hambatan-hambatan yang dikemukakan di atas
berdampak pada suasana dan iklim kerja yang tidak kondusif di sekolah.
Faktor iklim
kerja ini perlu disikapi dengan memahami teori lingkungan Taiguri yang
mengemukakan bahwa aspek fisik (ekologi) dan cara berpikir anggota organisasi
sebagai bagian dari budaya kerja membentuk iklim kerja di sekolah.
Taiguri mengemukakan bahwa iklim yang
terdapat dalam sutu organisasi, termasuk sekolah, terdiri dari ekologi (aspek
fisik, teknologi, kemudahan dll), miliu (dimensi sosial: etnis, gaji,
pendidikan, kepuasan), sistem sosial dalam organisasi (struktur administrasi,
komunikasi, dll), dan budaya sekolah (nilai, sistem kepercayaan, dan cara
berpikir).
Keterbatasan waktu, dana dan fasilitas sekolah yang menunjang pembelajaran
memengaruhi cara berpikir mereka untuk tidak melakukan perubahan. Kemudahan dalam mengakses dan menguasai
pemanfaatan teknologi informasi juga merupakan kendala para pendidik pada SMA
Negeri di Kota Palopo yang memengaruhi iklim kerja yang kondusif mengembangkan
kinerja mereka. Faktor komunikasi yang dilakukan oleh supervisor dan para guru
agaknya kurang memadai untuk membangun iklim kerja yang kondusif dalam
mengembangkan kinerja guru di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jadual
mengajar padat dan beban kerja (jumlah jam pelajaran yang diampuh) guru
rata-rata melebihi jam wajib guru.
Sikap sebahagian
pendidik pada SMA Negeri di Kota Palopo yang sulit berubah merupakan perlawanan
terhadap perubahan. Ada sejumlah faktor penyebab pendidik melawan adanya
perubahan, yaitu: keamanan, interaksi sosial, status, kompetensi, dan
kepercayaan dirinya terancam. Dalam kasus guru pada SMA Negeri di Kota Palopo,
penyebab sebagian guru sulit berubah adalah faktor kompetensi. Hal tersebut
terlihat pada hasil temuan supervisor dalam kegiatan pembelajaran yang
menunjukkan kelemahan sebagian guru dalam memanfaatkan teknologi informasi
serta kurangnya kreativitas untuk menciptakan inovasi model pembelajaran. Hasil
penilaian kinerja guru oleh supervisor juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran sebagian guru lemah dalam mendorong keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran. Demikian pula pengorganisasian waktu, ruang, bahan, dan
perlengkapan pembelajaran masih menunjukkan kinerja guru lemah. Kinerja guru dalam hubungan antar pribadi juga
menunjukkan sebagian guru masih lemah dalam mengelola interaksi perilaku dalam
pembelajaran.
Veithzal Rivai
dan Deddy Mulyadi dalam Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi mengajukan
enam cara membangun perubahan. Pertama,
menyediakan alasan objektif untuk berubah. Pemimpin memperkenalkan harapan dan
kepercayaan untuk berhasil kepada karyawan yang selanjutnya akan mengubah sikap
perilakunya; Kedua, memberi
kesempatan untuk berpartisipasi kepada karyawan sehingga mereka terdorong untuk
melakukan diskusi, komunikasi, sugesti, dan tertarik melakukan perubahan. Ketiga, berbagi penghargaan sehingga
karyawan merasakan manfaat dari perubahan. Keempat, komunikasi dan pendidikan/pelatihan sehingga
semua karyawan memahami pentingnya perubahan. Kelima, Merangsang kesiapan karyawan agar mereka menyadari perlu
adanya perubahan. Keenam, bekerja
dengan sistem secara menyeluruh. Dengan demikian, dua hal penting yang
sebaiknya dilakukan untuk mendorong perubahan pada SMA Negeri di Kota Palopo,
yaitu pembenahan kepemimpinan kepala sekolah dan pemberdayaan guru.
Untuk
mengatasi hambatan dalam pelaksanaan model pengembangan kinerja guru dibutuhkan
kepemimpinan kepala sekolah yang mampu mengatur dan mengelola waktu serta mampu
memengaruhi cara berpikir para guru yang dipimpinnya untuk menjadi bagian dari
sekolah pembelajar, yaitu sekolah dimana para warganya senantiasa memiliki
motivasi kuat untuk belajar dan berubah ke arah yang lebih baik. Pengaruh
kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi dan kinerja guru cukup signififan
sebagaimana hasil penelitian Rustan S. dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan
Kepala Madrasah Aliyah terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Guru Bahasa Inggeris
di Sulawesi Selatan”. Penelitian Rustan menunjukkan bahwa gaya dan situasi
kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah serta iklim organisasi Madrasah Aliyah di
Sulawesi Selatan secara simultan berpengaruh positif dan signifikan baik
terhadap motivasi kerja maupun terhadap kinerja guru bahasa Inggeris. Demikian
pula penelitian Hilal Mahmud dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi
Kepala Sekolah terhadap Prestasi Kerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara”
yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif kepemimpinan dan motivasi kepala
sekolah secara bersama-sama terhadap prestasi kerja guru SMA Negeri di Kabupaten
Luwu Utara.
Donald G. Krause
mengemukakan bahwa dalam kondisi sulit dibutuhkan kepemimpinan efektif.
Manajemen dalam kondisi sulit menuntut kepandaian teknis taraf tinggi, komitmen
besar terhadap unsur moral dan filosofis karakter. Penolakan, menurut Krause,
terhadap perubahan juga terjadi karena, sekalipun setiap orang akhirnya setuju
bahwa perubahan itu perlu, tidak setiap orang setuju mengenai besarnya dan arah
perubahan yang diperlukan. Pada sisi ini, diperlukan pemimpin efektif. Pemimpin
efektif, menurut Krause, adalah orang yang mempersatukan semua orang dalam
menanggapi tantangan, menggabungkannya dalam kesatuan-kesatuan yang erat,
mengembangkan strategi untuk mengatasi tantangan dan berhasil melaksanakan
strategi tersebut. Selain itu,
pengembangan kemampuan yang perlu untuk menjalankan kekuasaan secara efisien
dalam kondisi sulit dan penuh tekanan tanpa menghancurkan anggota organisasi
merupakan kunci menuju kesuksesan persaingan. Untuk menjamin kesejahteraan masa
mendatang pada tingkat pribadi, tingkat organisasi, dan tingkat global, Krause
mengajukan prinsip SPARKLE (Self-Discipline/Disiplin Diri, Purpose/
Tujuan, Accomplishment/Penyelesaian, Responsibility/Tanggungjawab,
Knowledge/Pengetahuan, Laddership/Kedudukan, dan Example/Keteladanan)
sebagai model yang efektif bagi pemimpin-pemimpin yang berhasil. Prinsip
kepemimpinan ini merupakan perpaduan konsep-konsep kepemimpinan Sun Tzu,
Confucius dan pemikiran terbaik pemimpin militer dan politik modern.
Dalam upaya
mengatasi hambatan dalam pelaksanaan model pengembangan kinerja guru pada SMA
Negeri di Kota Palopo diperlukan peningkatan kualitas kepemimpinan kepala
sekolah. Upaya mengembangkan kinerja guru tidak dapat diwujudkan tanpa disertai
usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Peningkatan kualitas
kepemimpinan berarti peningkatan kemampuan, kualifikasi, dan kompetensi kepala
sekolah dalam memimpin sekolah. Usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan harus
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, mengingat kondisi
kehidupan sekolah sangat dinamis. Untuk itu perlu dipertimbangkan ulang untuk
mempersiapkan calon kepala sekolah secara berjenjang melalui uji kompetensi
kepala sekolah dan workshop calon kepala sekolah sebelum pada akhirnya dipilih
dan diangkat sebagai kepala sekolah.
Kepala sekolah
yang telah melalui uji kompetensi dan workshop tetap senantiasa meningkatkan
kualitas kepemimpinannya secara mandiri. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi
menawarkan empat cara yang dapat dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan
kualitas kepemimpinannya, yaitu: (1) berpikir efektif dalam menerapkan
keputusan; (2) mengkomunikasikan hasil berpikir; (3) meningkatkan partisipasi
dalam memecahkan masalah; dan (4) menggali dan meningkatkan kreativitas.
Berpikir efektif berarti kepala sekolah senatiasa berpikir kritis, rasional,
objektif, tidak boleh dilakukan secara emosional, dan terbuka dalam
mempertimbangkan masukan dari para pendidik. Berpikir efektif juga berarti
bahwa berpikir itu harus menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan
dalam kehidupan sekolah. Kepala sekolah harus mampu memilih alternatif
keputusan yang tepat berdasarkan kemampuan menganalisis kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Kemampuan berfikir efektif merupakan potensi psikis yang
sangat istimewa dan patut senantiasa diasah oleh kepala sekolah. Dengan demikian, berfikir efektif
menghasilkan suatu komitmen pribadi yang memungkinkan seseorang melakukan atau
tidak melakukan suatu keputusan. Komitmen harus bisa diterjemahkan menjadi
gagasan, prakarsa, inisiatif, kreativitas, pendapat, saran, dan perintah
melalui keterampilan komunikasi kepala sekolah. Keputusan didasarkan pada
komitmen ditunjukkan Allah swt. sebagaimana firman-Nya dalam QS. Qa>f/50: 29, sebagai
berikut:
$tB ãA£t7ã ãAöqs)ø9$# £t$s! !$tBur O$tRr& 5O»¯=sàÎ/ ÏÎ7yèù=Ïj9 ÇËÒÈ
Terjemahnya:
Keputusan-Ku tidak dapat
diubah, dan Aku tidak menzalimi hamba-hamba-Ku.23
Keputusan kepala sekolah yang didasarkan pada komitmen diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi pendidik dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran
mereka. Kemampuan kepala sekolah mewujudkan partisipasi dalam memecahkan
masalah secara bersama-sama akan melahirkan rasa tanggung jawab dan kreativitas
pendidik menemukan model-model pembelajaran inovatif. Kepala sekolah harus
senantiasa menggali dan memanfaatkan potensi kreativitas para pendidik dengan
cara terus menerus mendorong para pendidik mengembangkan potensi kreativitas
yang dimilikinya. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi dalam
Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi menjelaskan
bahwa kreativitas berarti memiliki
daya cipta, memiliki kemampuan untuk mencipta, bersifat daya cipta. Allah swt.
memerintahkan hamba-Nya untuk tidak tidak melakukan sesuatu urusan jika tidak
memiliki pengetahuan tentang hal tersebut, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Isra>/17:36,
sebagai berikut:
wur ß#ø)s? $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu mengikuti
sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan
hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.24
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi
pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo memiliki kesamaan dengan model manajemen kinerja Deming dengan beberapa
terminologi berbeda.
2.
Pelaksanaan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optimal.
Model pengembangan kinerja guru yang diterapkan pada SMA Negeri di Kota Palopo
memiliki sejumlah kelemahan, yaitu: (a) perencanaan baru sebatas penjadualan
kegiatan serta belum dibuat khusus dan detail berdasarkan analisis kebutuhan; dan (b) pembinaan dan pendampingan belum optimal dan belum fokus pada kebutuhan
guru.
CATATAN
AKHIR
1.
Q. Azizy dan A. Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. xxii.
2.
Lihat Seputar Indonesia, Edisi SULSEL & SULBAR, Nomor
2575, Tahun ke 8, 6 Agustus 2012, h. 4.
3.
Afifuddin, “Kinerja Guru Madrasah Aliyah, Studi Tentang
Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah, Supervisi Akademik, dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Guru Madrasah Aliyah Negeri di Jawa Barat”, Disertasi, Pascasarjana, Universitas
Islam Negeri Bandung, Bandung, 2007.
4.
Muhammad Yaumi, “Peningkatan Kinerja Guru melalui
Penerapan Kecerdasan Jamak”, Disertasi,
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 2011.
5.
Mark et.al., Handbook
Educational Supervision A Guide for Practition (Boston: Allyn and Bacon
Inc., 1991), h. 79.
6.
Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet, 9; Jakarta: Balai Pustaka,
1997), h. 662.
7.
Muhammad
Yaumi, Model Perbaikan Kinerja Guru dalam
Pembelajaran (Makassar: Alauddin Press, 2014), h. 135.
8.
Wibowo,
Manajemen Kinerja, Ed.3 (Cet.5; Jakarta:
Rajawali Pers,2011),
h. 11-12.
9.
R.
Wayne Mondy, Robert M. Noe, Human
Resources Management (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005), h. 202.
10. Veithzal Rivai, Islamic Human Capital: Dari Teori ke Praktik
Manajemen Sumber Daya Islami, Ed.1 (Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
h. 298.
11. Raymond A. Noe, John
R. Hollenberg, Barry Gerhart, Patrick M. Wright, Manajemen Sumber Daya Manusia: Mencapai Keunggulan Bersaing, Edisi
6-Buku 1, Penerjemah David Wijaya (Cet.2; Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.
523.
12. Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Cet.9; Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 503. Lihat pula Sedarmayanti, Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan
serta Meningkatkan Kinerja untuk Meraih Keberhasilan (Cet.1; Bandung:
Refika Aditama, 2011), h.202.
13. Supardi, Kinerja Guru,
Ed.1 (Cet.1; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 18-19.
14. Lihat
Wibowo, Manajemen Kinerja , 2011, h.
25-33.
15. Dadang Suhardan, Supervisi
Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah
(Cet. 3; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 36-37. Lihat pula Supardi, Kinerja
Guru, h. 75.
16. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar
Supervisi. Buku Pegangan Kuliah (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 33.
17. Dadang Suhardan, Supervisi
Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah, h.
47.
18. Suharsimi Arikunto
dkk., Dasar-Dasar Supervisi. Buku Pegangan Kuliah, h. 3 dan 45-47.
19. Lesson study sudah berkembang di
Jepang sejak awal 1900an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang
mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan
untuk memotivasi peserta didiknya aktif belajar mandiri. Lesson Study merupakan
terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, dari dua kata jugyo
berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu berarti study
atau research atau pengkajian. Lesson study merupakan study
atau penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran. Lihat Rusman, Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, ed. 1. Cet. 1; Jakarta:
Rajawali Pers, 2010, h. 384-388.
20. Hilal Mahmud, Administrasi
Pendidikan (Menuju Sekolah Efektif), h. 184-187. Lihat pula Supardi, Kinerja
Guru, h. 105-106. Lihat pula Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi
Pendidikan (Bandung: Ajfabeta, 2010), h. 230-231.
21. Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 414-416.
22. Veithzal Rivai dan
Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, h. 58-61.
23. Departemen Agama R.I,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 749.
24. Departemen Agama R.I,
Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 389.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim.
Allmon,
Barbara dan Sara Freeman. Menjadi Guru Kreatif. Yogyakarta: Golden Book,
2010.
Anggraeni,
Mustika. “Pengaruh Manajemen Pembelajaran dan Pengalaman Kerja dalam Upaya
Pengembangan kinerjan Guru di SMA PGRI Slawi”, Thesis Program
Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta. 2008.
Appelo,
Jurgen. Management 3.0: Memimpin
Pengembang Agile, Mengembangkan Pemimpin yang Tangkas, Lincah, dan Gesit.
Penerjemah Ati Cahayani. Jakarta: PT. Indeks, 2013.
Arikunto,
Suharsimi. Dasar-Dasar Supervisi. Buku Pegangan Kuliah. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Arikunto,
Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. Penelitian Tindakan Kelas. Cet. X;
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Amstrong,
Michael. Performance Management. Alih
bahasa Tony Setiawan. Yogyakarta: Tugu, 2004.
Arniati
PH dan Deni Hadiana. Pemanfaatan Hasil
Ujian Nasional Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan. Jakarta: Puspendik, 2008.
Bacal,
Robert. Performance Management, terj. Surya Darma. Jakarta: Gramedia,
2001.
_______
. How to Manage Performance. New
York: McGraw-Hill Companies, inc., 2004.
Barclay,
I., Dann, Z., and Holroyd, P. New Product
Development a Practical Workbook for Improving Performance. Oxford:
Butterworth Heinemann, 2000.
Bell,
Julie. Performance Intelligence at Work.
New York: McGraw-Hill Companies, inc., 2009.
Bono,
Edward de. New Thinking for the New Millenium. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2000.
Braham,
Barbara J. Creating A Learning Organization, terj. Zalzulifa. Jakarta:
Elex Media Komputindo, 2003.
Bungin,
Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, ed. 1. Cet. 4; Jakarta: Kencana, 2009.
_______
. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik. Dan Ilmu
Sosial Lainnya, ed. 1. Cet. 4; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Bush,
T., L. Bell & D. Middlewood. The
Principles of Educational Leadership. Second Edition. London: A Sage
Publications Company, 2010.
Cascio,
Wayne F. Managing Human Resource. New York: McGraw Hill, 2006.
Covey,
Stephen R. The Leader in Me. Jakarta: Gramedia, 2008.
Daft,
Richard L. Era Baru Manajemen (New Era of
Management), Buku 2, Ed. 9. Penerjemah Tita Maria Kanita, Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Danim,
Sudarwan. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga
Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Departemen
Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya, juz 1-30. Surabaya:
Mekar Surabaya, 2004.
Depdiknas,
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Buku I. Jakarta: Depdiknas, 2003.
DePorter,
Bobbi. Quantum Note-Taker. Bandung: Kaifa, 2004.
_______
. Quantum Thinker. Bandung: Kaifa, 2004.
_______
. Quantum Learner. Bandung: Kaifa, 2004.
DePorter,
Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. Quantum Teaching:
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Bandung: Kaifa, 2009.
Dharma,
Surya. Manajemen Kinerja, Falsafah, Teori
dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Direktorat
Pendidikan Menengah Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas. Pedoman Pengembangan
Kultur Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2004.
Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas. Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional
(R-SMA-BI). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2009.
Direktorat
Tenaga Kependidikan. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
Dressler,
G. Human Resources Management. Nineth
Edition. New Jersey: Upper Saddler River, Prentice Hall, 2003.
Engkoswara
dan Aan Komariah. Administrasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010.
Engkoswara.
Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung:
Yayasan Amal Keluarga, 2001.
Fahmi,
Irham. Manajemen Kinerja Teori dan
Aplikasi. Cetakan Ketiga; Bandung: Alfabeta, 2013.
Fiedler,
B. Strategic Management for School Development Leading Your School’s
Improvement Strategy. London: A Sage
Publications Company, 2005.
Godard,
Alain and Vincent Lenhardt. Transformational Leadership, Shared Dreams to
Succeed. London: Macmillan Publishers, 2000.
Griffin,
Ricky W. Manajemen. Jakarta: Salemba
Empat, 2004.
Hoon,
Hum Sin. Memenangkan Persaingan Cara
Cheng Ho Seni Kolaborasi, Kepemimpinan, Pengelolaan SDM dan Logistik, serta
Warisan Iman Sang Laksamana Agung. Terj. Djohan Diaz Tjahjadi. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara, 2012.
Hughes,
R.L., R.C. Ginnet & G.J. Curphy. Leadership
Enhancing the Lesson of Experience. New York: McGraw Hill.
Hussey,
D.E. How to Manage Organisational Change. London: Kogan Page Limited,
2000.
Iskandar.
Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitati). Cet.
II; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Jalal,
Fasli & Deddy Supriadi (Editor). Reformasi
Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah.
Yogyakarta: Adi Cita, 2001.
Jensen,
Eric. Guru Super & Super Teaching, Lebih dari 1000 Strategi Praktis
Pengajaran Super, terj. Benyamin Molan. Jakarta Barat: PT. Indeks Permata
Puri Media, 2010.
Kadarisman,
M. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed. 1. Cet. 1; Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
Kasali,
Rhenald. Change. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Lako,
A. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi
(Isu, Teori, dan Solusi). Yogyakarta: Amara Books, 2004.
Mahmud,
Hilal. “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kepala Sekolah terhadap Prestasi
Kerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara”, Thesis Program
Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Narotama Surabaya(UNS), Surabaya.
2007.
_______
. Administrasi Pendidikan (Menuju Sekolah Efektif), Edisi Perdana
(Palopo: Lembaga Penerbitan Kampus (LPK) STAIN Palopo, 2013.
Maddux,
Robert B. Effective Performance
Appraisals. California: Crisp Publication, Inc., 2000.
Madya,
Suwarsih, Penelitian Tindakan (Action
Research), Teori dan Praktik. Cet. 4; Bandung: Alfabeta, 2011.
Moleong,
Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Cet. 30;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhadjir,
Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Sarasin, 1994.
Mulyasa,
E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan
KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Noe,
Raymond A, John R. Hollenbeck, Barry Gerhart, Patrick M. Wright. Human
Resource Management: Gaining A Competitive Advantage, terj. David Wijaya, 6th
ed. Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2011.
Pardong,
A. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas.
Jakarta: Badan Diklat Depdiknas, 2003.
Parkay,
F.W & G.J. Hass & E.J. Ancil. Curruculum
Leadership Reading for Developing Quality Educational Program. Nineth
Edition. New York: Pearson. 2010.
Republik
Indonesia. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
_______
. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
Sekolah/Madrasah.
______
. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
_______
. Undang-Undang R.I. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Rivai,
Veithzal, Deddy Mulyadi. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, ed. 3.
Cet. 9; Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Rivai,
Veithzal. Islamic Human Capital Dari
Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Islami. Ed.1, Cet.1; Jakarta:
Rajawali Pers, 2009.
Robbins,
Stephen P., Coulter, Mary. Management.
Tenth Edition, Terj. Bob Sabran dan Devri Burnadi Putera. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2010.
Rusman.
Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, ed. 1.
Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Rustan
S. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah terhadap Motivasi Kerja dan
Kinerja Guru Bahasa Inggeris di Sulawesi Selatan”, Disertasi Program
Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Makassar, Makassar,
2010.
Sahertian.
Konsep Dasar dan Teknik Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Bhinneka Cipta, 2000.
Sedarmayanti.
Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan serta Meningkatkan Kinerja untuk
Meraih Keberhasilan. Cet. I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Sharma,
S.L. Educational Management, A Unified
Approach of Education. New Delhi: Global India Publications, 2009.
Smith,
Jane. Empowering People. London: Kogan Page Limited, 2000.
Stuart-Kottze,
Robin. Performance. London: Prentice
Hall, 2006.
Sugiyono.
Metode Penelitian Bisnis. Cet. X; Bandung: Alfabeta, 2007.
_______
. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. Cet.
V; Jakarta: Alfabeta, 2008.
_______
. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2012.
Suharsaputra,
Uhar. Administrasi Pendidikan. Cet, I; Bandung: PT. Refika Aditama,
2010.
Suhardan,
Dadang. Supervisi Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di
Era Otonomi Daerah. Cet. 3; Bandung: Alfabeta, 2010.
Suherman,
Atip. “Kontribusi Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja
Guru dan Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar
di SMA Negeri 4 Bogor”, Thesis Program Pascasarjana, Program
Pascasarjana Universditas Gunadarama Jakarta,. 2011.
Supardi.
Kinerja Guru. Ed. 1, Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Supriadi,
Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Cet. 1; Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa, 1998.
Susanto,
A. B. dan R. Masri Sareb Putra. 60 Management Gems: Applying Management
Wisdom in Life. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010
Wade,
D. and Recardo, R. Coorporate Performance
Management: How to Build a Better Organization Through Measurement-Driven Strategic
Allignment. Oxford: Butterworth-Heinemann, 2001.
Wahyudi,
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Cet. I;
Bandung: Alfabeta, 2009.
Wibisono,
Dermawan. Manajemen Kinerja Konsep,
Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006.
Wibowo.
Manajemen Kinerja, ed. III. Cet. V; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2011.
_______.
Manajemen Perubahan, ed. 3. Cet. 3; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2011.
Wiles,
J & J. Bondi. Supervision A Guide to
Practice. Second Edition. London: Charles E. Merrill Publishing Company,
2003.
Yaumi,
Muhammad. “Pengembangan kinerja Guru Melalui Penerapan Kecerdasan Jamak”, Disertasi
Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta,
Jakarta, 2011.
_______.
Model Perbaikan Kinerja Guru dalam
Pembelajaran. Makassar: Alauddin Press, 2014.