Jumat, 21 Agustus 2015



PENGEMBANGAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN PADA SMA NEGERI DI KOTA PALOPO
Hilal Mahmud
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Palopo
Jln. Agatis Balandai, Kota Palopo
Muhammad Yaumi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Kampus II Jln. Alauddin No. 36 Samata-Gowa

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap: (1) model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo ; dan (2) pelaksanaan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang kajiannya bersifat kualitatif-verifikatif untuk mengungkap  makna yang ada di balik fenomena realitas sosial tentang pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi dalam upaya memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan realitas, situasi, kondisi, dan interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan dua hal. Pertama, Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo memiliki kesamaan dengan model manajemen kinerja Deming dengan beberapa terminologi berbeda. Kedua, pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optimal karena sejumlah kelemahan, yaitu: (a) perencanaan baru sebatas penjadualan kegiatan serta belum dibuat khusus dan detail berdasarkan analisis kebutuhan; (b) pembinaan dan pendampingan belum optimal dan belum fokus pada kebutuhan guru.
Kata kunci:
Pengembangan, kinerja guru, supervisi pendidikan

Abstract
The purpose of this study was to reveal: (1) teachers’ performance development model through educational supervision at SMAN in Palopo; and (2) the implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo. This research includes field research that is verificative qualitative to reveal the meaning behind the phenomenon of social reality on the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo. The approach used was phenomenology approach in revealing phenomenon related to the reality, situation, and interaction in the implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo. Data collection methods used in this research are interview, observation, and study documentation methods. The results of this research indicate two things. First, the teachers’ performance development model through educational supervision at SMAN in Palopo has similarities with Deming performance development model in different terms. Secondly, the implementation of the teachers’ performance development through educational supervision at SMAN in Palopo is not entirely optimal because of a number of weaknesses, namely:  (a) the planning is just limit of making schedule and has not made in specific and detail program based on need analysis; (b)   coaching and mentoring are not entirely optimal and has not focused on teachers’need.

Key words:
Development, teachers’performance, educational supervision
Peran guru dalam penyelenggaraan pendidikan sangat dominan. Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan  mengevaluasi peserta didik. Dalam melaksanakan tugas profesioanalnya, seorang guru harus memiliki bukan hanya bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, tetapi juga komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.   Guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran.1 Guru adalah agen perubahan yang menduduki jabatan kunci dalam pembelajaran dan bertindak sebagai katalis dan bertanggungjawab mengelola aktivitas perubahan. Guru memiliki peran utama dalam upaya pembaruan pendidikan.
Tuntutan dan harapan yang begitu tinggi terhadap tugas profesional guru diperhadapkan pada suatu realitas bahwa profesionalitas guru di Indonesia masih belum menggembirakan. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diikuti 243.619 orang guru secara nasional pada 2012 masih sangat memprihatinkan, yaitu rata-rata 44,5.2 Hasil penelitian Afifuddin mengenai kinerja guru madrasah menunjukkan bahwa kinerja guru madrasah yang termasuk dalam kategori sangat baik dan baik mencapai 55,5%, dan sisanya 44,5% dalam kategori cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.3 Hasil penelitian Muhammad Yaumi menunjukkan perlunya pendampingan bagi guru untuk mengembangkan kinerjanya.4 Kinerja guru yang belum optimal membutuhkan bantuan dan bimbingan untuk pengembangan ke arah yang lebih baik. Mark menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi secara signifikan terhadap motivasi kerja, prestasi, dan profesionalisme guru adalah layanan supervisi kepala sekolah.5 Bantuan, bimbingan, dan pendampingan dapat diperoleh guru melalui supervisi pendidikan.  
Dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan tugas profesional guru maka program pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan menjadi suatu keniscayaan. Berdasarkan observasi awal peneliti ke beberapa SMA Negeri di kota Palopo, ditemukan fakta berikut ini. Pertama, program pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan masih belum optimal. Kedua, Tim Pengembang Kurikulum yang dibentuk di sekolah dan bertugas  sebagai pendamping dan membantu guru dalam memecahkan masalah pembelajaran belum berjalan efektif. Ketiga, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai wadah tempat para guru mata pelajaran sejenis berkumpul, saling berbagi informasi, serta menjadi tempat guru meningkatkan dan mengembangkan kinerjanya, belum dimanfaatkan secara optimal.
Tuntutan dan harapan yang begitu tinggi dari masyarakat dan pemerintah kepada guru agar dapat menampilkan kinerja terbaiknya, diperhadapkan dengan situasi dan kondisi faktual yang dikemukakan di atas, khususnya SMA Negeri di Kota Palopo menunjukkan pentingnya upaya pengembangan kinerja guru. Situasi ini menarik dan menjadi isu mendasar yang berusaha diungkap untuk menjadi bahan kajian dan estimasi pola pengembangan kinerja guru yang lebih ideal bagi sekolah di kota Palopo, bahkan di Indonesia. Masalah pokok yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Pokok masalah ini dirumuskan dalam dua rumusan masalah, yaitu: (1) bagaimana model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo? dan (2) bagaimana pelaksanaan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo?
KAJIAN TEORETIS
Model Pengembangan Kinerja Guru dan Manajemen Kinerja
Kata “model” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.6 Definisi model dikemukakan secara beragam oleh para pakar. Snelbecker, sebagaimana dikutip Muhammad Yaumi, mengatakan bahwa model is a concretization of a theory which is meant to be analogous to or representative of the process and variables involved in the theory (model adalah konkretisasi/perwujudan teori yang dimaksudkan untuk menjadi analog atau wakil dari proses dan variabel yang terlibat dalam teori). Yaumi menjelaskan bahwa model merupakan sesuatu yang berwujud dalam bentuk fisik atau penjabaran teori untuk dijadikan acuan dalam menjalankan sesuatu. Prawiradilaga mengartikan model sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur dan sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran.7 Dari berbagai pandangan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model adalah pola/bentuk atau prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang dijadikan acuan dalam menjalankan sesuatu.
Pengembangan juga merupakan salah satu prinsip dasar manajemen kinerja.8 Terdapat beberapa pandangan para pakar tentang pengembangan. R. Wayne Mondy dan Robert M. Noe memandang bahwa: “Development involves learning that goes beyond today’s job and has a more long-term focus. It prepares employees to keep pace with the organization as it changes and grows.”9 Pandangan Mondy dan Noe ini memberikan gambaran bahwa pengembangan merupakan pembelajaran atau upaya peningkatan pengetahuan yang dituntut dalam pekerjaannya dan fokus pada kepentingan jangka panjang. Pengembangan merupakan upaya mempersiapkan karyawan melaksanakan tugasnya pada organisasi atau lembaga yang senantiasa mengalami perubahan dan pertumbuhan. Pandangan senada dikemukakan oleh Mangkuprawira bahwa pengembangan dapat diartikan berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan.10 Raymond A. Noe, dkk. menjelaskan bahwa pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan, penilaian kepribadian dan kemampuan yang membantu para karyawan mempersiapkan dirinya di masa depan.11 Dengan demikian, pengembangan merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh organisasi atau lembaga pendidikan agar pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan karyawan/tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘kinerja’ berarti sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; atau kemampuan kerja. Amstrong dan Baron menjelaskan bahwa kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dakam kerangka tujuan dan standar, dan persyaratan atribut yang disepakati.12 Supardi mengemukakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan dan keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran yang ditunjukkan oleh dimensi: (1) kemampuan menyusun rencana pembelajaran; (2) kemampuan melaksanakan pembelajaran; (3) kemampuan melaksanakan hubungan antar pribadi; (4) kemampuan melaksanakan penilaian hasil belajar; dan (5) kemampuan melaksanakan program pengayaan dan remedial.13 Guru yang memiliki kinerja adalah guru yang memiliki kecakapan pembelajaran, wawasan keilmuan yang mantap, wawasan sosial yang luas, bersikap positif terhadap pekerjaannya, dan menunjukkan prestasi kerja sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan. Kinerja guru merupakan kemampuan dan keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran. 
Merujuk pada pengertian model, pengembangan dan kinerja di atas maka model pengembangan kinerja dapat diartikan sebagai pola/bentuk atau prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang dijadikan acuan dalam menjalankan yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga pendidikan agar pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan karyawan/tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan pekerjaan mereka dalam menunjukkan kemampuan dan keberhasilan mereka melaksanakan tugas-tugas. Model pengembangan kinerja guru merupakan prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga pendidikan agar kompetensi tenaga pendidik sesuai dengan tuntutan tugas profesionalnya. Model pengembangan kinerja guru dapat dilakukan melalui layanan supervisi pendidikan dan atau melalui melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Untuk memudahkan memahami model pengembangan kinerja guru, berikut ini dikemukakan beberapa model manajemen kinerja oleh beberapa pakar. Manajemen kinerja merupakan proses kegiatan memahami dan mengelola penampilan dan prestasi kerja (kinerja) untuk mencapai tujuan organisasi/sekolah. Beberapa model manajemen kinerja yang akan dikemukakan disini adalah  model Deming, model Torrington dan Hall, serta model Ken Blanchard dan Garry Ridge.14
Model manajemen kinerja Deming dimulai dengan menyusun rencana, melakukakan tindakan pelaksanaan, memonitor jalannya dan hasil pelaksanaan, dan akhirnya melakukan review atau peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah dicapai. Jika terjadi deviasi (penyimpangan) antara rencana dengan kemajuan yang dicapai, dilakukan tindakan perbaikan untuk memastikan pencapaian tujuan. Proses kinerja Deming disebut siklus karena proses kinerjanya akan berulang kembali melalui tahapan-tahapan tersebut di atas. Model kinerja Deming dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Model (Siklus) Manajemen Kinerja Deming
Model manajemen kinerja Torrington dan Hall melalui tahapan yang hampir sama dengan siklus Model Deming dengan aktivitas berbeda. Tahapan siklus Model Torrington dan Hall melalui tahapan: (1) merumuskan/menentukan harapan kinerja; (2) menentukan dukungan yang diberikan terhadap kinerja untuk mencapai tujuan; (3) pelaksanaan kinerja dengan melakukan peninjauan kembali (review) dan penilaian terhadap kinerja; dan (4) melakukan pengelolaan terhadap standar kinerja yang harus dijaga untuk mencapai tujuan. Siklus Manajemen Kinerja Torrington dan Hall dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2 Model manajemen kinerja Torrington dan Hall


Model manajemen kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge cukup sederhana yang disebut sistem, terdiri dari tiga bagian: (1) Performance Planning (perencanaan kinerja), yaitu menetapkan tujuan, sasaran, dan standar kerja; (2) Day-to-Day Coaching (coaching setiap hari) atau execution (pelaksanaan), yaitu mengamati dan memonitor kinerja, memuji kemajuan dan mengarahkan ulang jika diperlukan; dan (3) Performance Evaluation (evaluasi kinerja) atau Review and Learning (peninjauan ulang dan pembelajaran), yaitu duduk bersama meninjau ulang kinerja di akhir priode waktu. Model (Sistem) manajemen kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3 Model (Sistem) Manajemen Kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge

Supervisi Pendidikan dan Pemberdayaan Guru
Dadang Suhardan mengemukakan bahwa supervisi merupakan pengawasan profesional dalam bidang akademik, dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya yang menuntut kemampuan ilmu pengetahuan yang mendalam serta kesanggupan untuk melihat peristiwa pembelajaran dengan misi utama memberi pelayanan kepada guru untuk mengembangkan mutu pembelajaran. Bordman et al., sebagaimana dikutip Supardi, menjelaskan bahwa supervisi pendidikan adalah suatu usaha mendorong, mengkoordinasikan dan membimbing secara kontinu pengembangan guru-guru di sekolah baik individu maupun kelompok agar lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pembelajaran.15 Pandangan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa  supervisi pendidikan bukan hanya ilmu pengetahuan tetapi juga kegiatan profesional yang dilaksanakan oleh supervisor (kepala sekolah dan pengawas sekolah) melalui pengawasan, pembinaan, dan layanan bantuan kepada para guru untuk pengembangan kinerja guru di sekolah.
Arikunto mengemukakan tiga sasaran supervisi pendidikan, yaitu pembelajaran, pendukung kelancaran pembelajaran atau administrasi guru dan kelembagaan.16 Suhardan mengelompokkan supervisi pendidikan kedalam 3 jenis, yaitu: (1) supervisi akademik yang dititikberatkan pada hal-hal yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran; (2) supervisi administrasi yang dititikberatkan pada aspek-aspek pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran; dan (3) supervisi lembaga yang dititikberatkan pada aspek-aspek sekolah untuk meningkatkan  kinerja sekolah secara keseluruhan.17 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sasaran supervisi pendidikan adalah pengkajian situasi pembelajaran, peningkatan situasi pembelajaran, dan penilaian terhadap media, metode, dan hasil pembelajaran. Sasaran supervisi pendidikan adalah meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran melalui layanan pengawasan, pembinaan, dan bantuan kepada para guru untuk pengembangan kinerja guru di sekolah.
Para pakar dalam bidang supervisi pendidikan telah mengembangkan model supervisi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan, khususnya pembelajaran dalam kelas. Berdasarkan pengembangan model yang dikemukakan oleh para pakar, terdapat sejumlah model supervisi pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, yaitu: Supervisi Pengembangan, Supervisi Rekan Sejawat/Peer Supervision, Supervisi Inkuiri/Action Research, Supervisi Klinik.18
Model Supervisi Pengembangan adalah model supervisi yang dikembangkan oleh Glickman, Gordon dan Ross-Gordon. Supervisi pengembangan, meliputi: pengembangan kurikulum, observasi, dan pengembangan profesionalisme guru. Pengembangan kurikulum, yaitu bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh supervisor kepada guru dalam proses merancang, menyelaras, dan melaksanakan kurikulum di sekolah. Pengembangan kurikulum melibatkan aktivitas-aktivitas yang melibatkan supervisor dan guru untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kurikulum di sekolah. Observasi merupakan supervisi pembelajaran yang memerlukan supervisor masuk ke dalam kelas ketika guru sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru dilakukan dengan memberi kesempatan dan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan profesionalitas mereka dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, serta melaksanakan evaluasi pembelajaran. Kerangka teori supevisi pengembangan Glickman dkk. dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:
Gambar 4 Kerangka Teori Supervisi Pengembangan Glickman dkk.
Pengetahuan
Peningkatan Pembelajaran Peserta Didik
Kemampuan Interpersonal
Kemampuan Teknikal
Supervisi Pengembangan
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan Profesionalisme Guru
Tujuan Sekolah
Observasi
Kebutuhan Guru
 







Model Supervisi Rekan Sejawat/Peer Supervision adalah model supervisi yang dilakukan oleh rekan sejawat untuk saling membantu satu sama lain. Supervisi ini tidak bersifat menilai tetapi mengutamakan kerjasama dalam menemukan perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil observasi rekan sejawat. Model ini mempunyai kesamaan dengan kegiatan pemberdayaan guru melalui pengembangan kinerja guru secara berkelanjutan di MGMP. Pemberdayaan guru melalui pengembangan komunitas belajar profesional dilaksanakan dalam bentuk penerapan lesson study. Mulyana mengemukakan, sebagaimana dikutip Rusman, bahwa lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Tujuan lesson study adalah untuk: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inquiry kolaboratif; (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis dari guru kepada guru lainnya.19 Lesson study sebenarnya dapat dijadikan satu model pengembangan kinerja guru baik di tingkat sekolah maupun di tingkat kabupaten/kota. Melalui model ini para guru dapat melakukan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community dengan melibatkan pakar dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau perguruan tinggi terdekat.
Model Supervisi Inkuiri/Action Researh merupakan pendekatan yang merujuk kepada kajian yang dilakukan sendiri oleh guru melalui refleksi terhadap pembelajaran. Melalui supervisi inkuiri, guru secara individu atau dengan kerjasama dengan guru-guru lain melibatkan diri dalam penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Pengembangan kinerja guru, disamping melalui supervisi pendidikan, dapat pula melalui pemberdayaan guru dapat pula dilakukan dengan memberi kesempatan dan fasilitas kepada guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. PTK adalah kegiatan ilmiah sehingga laporan hasil PTK merupakan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang menjadi salah satu aspek pengembangan profesi guru.
Model Supervisi Klinik diperkenalkan oleh Cogan dan dikembangkan oleh Goldhammer dkk. R. Willem menyebut supervisi klinik sebagai model supervisi yang difokuskan pada masalah ril yang dialami guru. Model ini memberi peluang kepada guru untuk berinisiatif menemukan masalahnya dalam pembelajaran dan  berusaha mencari alternatif pemecahannya melalui siklus ysng sistematis, perencanaan, pengamatan, dan analisis yang intensif serta cermat terhadap penampilan (kinerja) mengajar guru. Supervisi klinik membantu guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyaya dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Model ini terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru.
Teknik supervisi pendidikan adalah cara sistematis yang digunakan dalam melaksanakan program supervisi pendidikan secara kelompok atau individu, baik langsung (bertatap muka), maupun tidak langsung (melalui media komunikasi). Pandangan ini sejalan dengan pendapat Anderson dan Gall yang mengelompokkan teknik supervisi berdasarkan banyaknya guru yang dibimbing, yaitu teknik kelompok dan teknik individual. Rifai membedakan teknik supervisi berdasarkan cara melakukan supervisi, yaitu supervisi langsung dan supervisi tidak langsung. Engkoswara dan Aan Komariah mengemukakan tujuh teknik supervisi, yaitu: (1) Kunjungan sekolah/school visit; (2) Kunjungan kelas/class visit; (3) Kunjungan antar sekolah/intervisitation; (4) Pertemuan Pribadi/Individual Conference; (5) Rapat Guru; (6) Penerbitan bulletin profesional; dan (7) Penataran. Hal senada dikemukakan oleh Hilal Mahmud dengan beberapa tambahan, yaitu: (1) Kelompok Diskusi Terfokus/Focus Group Discussion; (2) Penelitian Tindakan Kelas/ Classroom Action Research; (3) Portofolio/ Portfolio; (4) Kerjasama/Network; (5) Mentoring; (6) Lesson Study.20 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam upaya memberikan layanan pengawasan, pembinaan, dan bantuan kepada guru uintuk mengembangkan kinerjanya, berbagai teknik supervisi dapat digunakan oleh supervisor untuk membantu para guru meningkatkan penampilan dan hasil kerja (kinerja) mereka, baik secara kelompok atau individu maupun secara langsung atau tidak langsung.
Kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia. Untuk mengembangkan kinerja sumber daya manusia, di samping melalui pendidikan dan pelatihan serta supervisi pendidikan, pengembangan kinerja dapat pula dilakukan melalui pemberdayaan. Smith mengemukakan bahwa memberdayakan berarti mendorong orang menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang memengaruhi pekerjaan mereka. Robbins memberikan pengertian pemberdayaan sebagai menempatkan pekerja bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan. Pandangan yang sama dengan formulasi berbeda dikemukakan oleh Greenberg dan Baron bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka. Pandangan senada dikemukakan oleh Newdtrom dan Davis bahwa pemberdayaan merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan dan ketentuan tentang pengawaan atas faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja.21 Sumber daya manusia yang diberdayakan diharapkan memiliki motivasi tinggi, kreatif, dan mampu mengembangkan inovasi sehingga kinerjanya akan semakin baik dan sempurna sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Jika merujuk kepada pandangan tersebut di atas, maka pemberdayaan guru berarti pemberian kepercayaan, tanggung jawab, dan wewenang kepada guru agar lebih berdaya dan berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Di sekolah ada beberapa kegiatan yang dapat dikerjakan oleh para guru melalui pemberdayaan, yaitu: pemberdayaan individu guru meliputi penelitian tindakan kelas, team teaching, focus group discussion, lesson study, dan pemberdayaan organisasi MGMP. Dalam pemberdayaan, peran kepala sekolah sebagai pemimpin sangat penting. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus senantiasa memberikan motivasi, menunjukkan empati, kepercayaan dan komitmen, serta menunjukkan hubungan kerja yang efektif.
Kebutuhan guru akan dorongan motivasi dan suasana kondusif untuk mewujudkan pemberdayaan guru membutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang memiliki kemampuan mengembangkan setiap guru menjadi self-leader. Guru yang self leader adalah guru yang memiliki pola pikir, perilaku dan tanggungjawab mengatasi tantangan yang dibebankan kepadanya, inisiatif, kreatif, inovatif, dan mampu memimpin diri mereka sendiri. Kepala sekolah yang mampu mendesain, menetapkan sistem, memengaruhi, dan membentuk guru menjadi self-leader adalah superleader. Superleader adalah pemimpin yang mampu memimpin orang lain untuk memimpin diri sendiri. Superleader memungkinkan esensi semua kontrol atas kinerja guru adalah pada kompetensi dan potensi guru itu sendiri.22 Kepala sekolah yang superleader memungkinkan memiliki kemampuan mendorong SDM guru untuk berinisiatif, bertanggungjawab sendiri, percaya diri, merencanakan tujuan sendiri, berpikir secara positif, dan mampu mengatasi permasalahan. Kepala sekolah yang superleader memberi semangat kepada guru untuk bertanggungjawab, fokus pada strategi pemberdayaan melalui peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan keyakinan akan kemampuan dan potensi guru yang dipimpinnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang kajiannya bersifat kualitatif-verifikatif untuk mengungkap makna yang ada di balik fenomena realitas sosial tentang pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Strategi analisis data dalam penelitian ini mengarah pada strategi analisis data kualitatif-verifikatif yaitu berupaya menganalisis data penelitian secara induktif yang dilakukan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo, peneliti bertolak dari data empiris yang ditemukan di lapangan. Penelitian ini juga tidak menetapkan penelitiannya berdasarkan variabel penelitian tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place), yaitu SMA Negeri di Kota Palopo, pelaku (actor), yaitu para Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan guru SMA Negeri di Kota Palopo, Komite Sekolah, serta Dewan Pendidikan Kota Palopo, dan aktivitas (activity). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi dalam upaya memahami makna dari suatu peristiwa atau fenomena yang saling berpengaruh dengan pelaku dalam situasi tertentu dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Dengan pendekatan fenomenologi, peneliti berupaya memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan realitas, situasi, kondisi, dan interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Dalam penelitian ini peran peneliti adalah sebagai instrumen kunci dalam mengumpulkan data dengan menggunakan pengamatan langsung, wawancara, dan studi dokumen terhadap pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Pengamatan langsung dilakukan dengan cara mengamati guru, berusaha masuk di dalam dunia konseptual mereka dan berinteraksi dengan mereka di sekolah agar dapat memahami konstruksi berpikir mereka tentang pelaksanaan pengembangan kinerja guru yang mereka alami. Wawancara dilakukan dengan berusaha memahami, menggali pandangan dan pengalaman mereka untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi dokumentasi berupa penelaahan dokumen pribadi/resmi, referensi, atau peraturan yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara, dan studi dokumentasi. Instrumen utamanya adalah peneliti sendiri untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Instrumen pendukung adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan field note (catatan lapangan).
Penelitian ini merupakan kajian sosiologis mikro dengan mengamati  pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum. Strategi analisis data seperti dikemukakan di atas digunakan untuk memahami, mengkaji, dan menganalisis pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Proses pengelolaan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berusaha mengungkap pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: (1) Model Pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo; dan (2) Pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Model Pengembangan Kinerja Guru melalui Supervisi Pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo
Berdasarkan data dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, peneliti menemukan bahwa model pengembangan kinerja guru yang diterapkan pada SMA Negeri di Kota Palopo adalah model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan. Model pengembangan kinerja guru melalui pemberdayaan guru (PTK dan MGMP) belum dijadikan program pengembangan kinerja guru pada SMA Negeri di Kota Palopo.  Penelitian Tindakan Kelas (PTK) hanya dilaksanakan oleh sebagian guru untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat dari Golongan IV/a menjadi IV/b. Musyawarah Guru Mata Pelajaran juga belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para guru sebagai wadah berbagi pengalaman dan mendiskusikan cara pemecahan masalah pembelajaran yang dialami di dalam kelas.
Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan merupakan proses interaksi yang teratur dan sistematis antara supervisor (pengawas sekolah/kepala sekolah/guru senior) melalui tahapan  sebagai berikut: (1) tahap pra observasi, dilaksanakan sebelum supervisor mengunjungi kelas sasaran. Pada tahap ini supervisor mensupervisi administrasi guru untuk memastikan kesiapan guru dalam mengajar; (2) tahap pelaksanaan observasi di dalam kelas sasaran, memantau penampilan kerja guru dalam kelas dan mencatat temuan/kinerja guru dalam pembelajaran; dan (3) tahap post-observasi/refleksi, dilaksanakan setelah pelaksanaan observasi di dalam kelas. Tahap post-observasi/refleksi adalah tahap pembinaan, pendampingan dan pengembangan penampilan kerja guru dengan merefleksikan seluruh aktivitas dan mendiskusikan berbagai temuan dalam pelaksanaan observasi. Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5 Model Pengembangan Kinerja Guru melalui Supervisi Pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo

Model pengembangan kinerja melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo sebagaimana digambarkan di atas memiliki kesamaan dengan model manajemen kinerja Deming dengan beberapa terminologi berbeda. Untuk memudahkan membandingkan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo dan manajemen kinerja Deming, peneliti menggambarkan model manajemen kinerja Deming, sebagai berikut:
Gambar 6 Model (Siklus) Manajemen Kinerja Deming

Model manajemen kinerja Deming dimulai dengan menyusun rencana, sedangkan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo juga dimulai dengan rencana namun hanya sebatas menyusun jadual. Dalam pelaksanaannya, jadual yang dibuat kadang-kadang diabaikan dan hanya mengikuti jadual tugas mengajar guru yang akan disupervisi. Siklus kedua (tindakan, yaitu melakukan tindakan pelaksanaan,) dan ketiga (monitor, yaitu  mengamati jalannya kegiatan dan hasil ) dari model manajemen kinerja Deming, memiliki kesamaan dengan tahap pra-observasi (memeriksa kesiapan guru dalam menghadapi kegiatan pembelajaran di dalam kelas) dan pelaksanaan observasi (mengamati pelaksanaan kegiatan pembelajaran) pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Siklus keempat (review, yaitu melakukan peninjauan kembali atas jalannya pelaksanaan dan kemajuan pekerjaan yang telah dicapai serta melakukan tindakan perbaikan untuk memastikan pencapaian tujuan) memiliki kesamaan dengan tahap post-observasi atau refleksi (melakukan pembinaan, pendampingan dan pengembangan penampilan kerja guru dengan merefleksikan seluruh aktivitas dan mendiskusikan berbagai temuan dalam pelaksanaan observasi) dan tahap rapat guru (melakukan pembinaan dan pendampingan untuk semua guru) pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo.
Berdasarkan data dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, peneliti menemukan bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optomal. Dalam praktiknya, ditemukan beberapa kelemahan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, monitor, dan review dengan merujuk pada model manajemen kinerja Deming. Pada tahap perencanaan dalam model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo baru sebatas penjadualan kegiatan, belum dibuat khusus dan detail berdasarkan analisa kebutuhan. Demikian halnya pada tahap selanjutnya masih terdapat sejumlah kelemahan. Pemberian bantuan, bimbingan, dan pendampingan kepada guru masih kurang optimal karena alasan keterbatasan waktu yang tersedia. Rapat guru membahas temuan juga kurang optimal karena waktu yang digunakan singkat serta pembahasannya sangat umum dan tidak detail. Dalam rangka memperbaiki kelemahan yang terjadi pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo maka beberapa aktivitas dalam model manajemen kinerja Torrington dan Hall serta model manajemen kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge penting dipertimbangkan.
Model manajemen kinerja Torrington dan Hall serta model manajemen kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7 Model Manajemen Kinerja Torrington dan Hall
Gambar 8 Model (Sistem) Manajemen Kinerja Ken Blanchard dan Garry Ridge


Kelemahan dalam perecanaan pada model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo perlu diperbaiki dengan melakukan tindakan menetapkan tujuan, sasaran, dan standar kerja sebagaimana tahapan perencanaan kinerja (performance planning) dari Blanchard dan Ridge atau merumuskan dan menentukan harapan kinerja serta memastikan adanya dukungan (fasilitas, dana, tindakan yang menginspirasi) sebagaimana tahapan model manajemen kinerja Torrington dan Hall. Tahapan evaluasi kinerja (performance evaluation) atau peninjauan ulang dan pembelajaran (review and learning) dari model manajemen kinerja Blanchard dan Ridge perlu pula dipertegas bentuk pelaksanaannya dalam model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo. Tahapan evaluasi kinerja sebaiknya dilakukan dalam pertemuan yang dihadiri para guru, pengawas sekolah, dan didampingi pakar dari perguruan tinggi mitra sekolah. Tahapan ini akan lebih bermakna bagi pengembangan kinerja guru jika dilaksanakan atas inisiatif guru (pemberdayaan) dan didukung sepenuhnya (fasilitas, dana, dan tindakan menginspirasi) oleh kepemimpinan kepala sekolah.
Tindakan peninjauan ulang dan pembelajaran dapat dilakukan oleh kelompok guru mata pelajaran sejenis dalam bentuk Focused Group Discussion atau mengadopsi nilai kearifan lokal dalam bentuk ”Tudang Sipulung”, yaitu melakukan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas untuk membangun komunitas belajar (learning community). Komunitas belajar ini berupaya memperoleh: (1) pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana peserta didik belajar dan guru mengajar; (2) model-model pembelajaran inovatif yang dilakukan oleh guru lain dalam pembelajaran; (3) mengembangkan kompetensi guru (pedagogis, personal, sosial dan profesional) dari guru kepada guru lainnya.


Pelaksanaan Pengembangan Kinerja Guru Melalui Supervisi Pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, ditemukan bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan, meliputi supervisi administrasi guru dan supervisi kunjungan kelas. Supervisi administrasi guru pada umumnya dilaksanakan segera sebelum supervisi kunjungan kelas, namun dapat pula dilaksanakan di awal semester setelah para guru menyusun perangkat administrasi guru dalam kelompok guru mata pelajaran di bawah koordinasi Tim Pengembang Kurikulum. Jika supervisi administrasi guru dilaksanakan segera sebelum supervisi kunjungan kelas maka aktivitas itu menjadi bagian dari prosedur atau tahapan supervisi kunjungan kelas, yaitu pra-observasi. Prosedur atau tahapan supervisi kunjungan kelas, meliputi pra-observasi, observasi, dan refleksi. Tahap pra observasi dilakukan untuk membantu guru mempersiapkan diri melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Pada tahap ini guru harus memperlihatkan silabus dan RPP kepada supervisor. RPP penting dibawa masuk kelas karena dijadikan pedoman dalam pembelajaran. Pada tahap observasi, supervisor mencatat berbagai temuan dengan menggunakan format supervisi pembelajaran yang sudah disiapkan. Pada tahap refleksi, supervisor menyampaikan beberapa temuan dalam kegiatan pembelajaran dan berusaha mendiskusikan masalah-masalah yang jadi temuan tersebut untuk perbaikan kinerja guru bersangkutan. Jika salah satu atau beberapa temuan dalam kegiatan pembelajaran merupakan masalah umum guru, maka hal itu menjadi catatan supervisor untuk dibawa ke forum pertemuan guru untuk didiskusikan.
Supervisor, seharusnya, berada dalam kelas sejak kegiatan pembelajaran dimulai sampai selesai. Tetapi kadang-kadang tidak sampai selesai. Alasannya, banyak guru merasa kikuk mengajar kalau pengawas sekolah berada dalam ruangan. Secara psikologis masih banyak guru yang disupervisi menganggap bahwa supervisor yang melakukan supervisi adalah atasan yang tidak hanya memantau, tetapi juga menilai pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Akibatnya, masih banyak guru yang selalu dihinggapi kekhawatiran melakukan kesalahan dalam pembelajaran.  Jika melihat hal semacam itu, supervisor segera keluar kelas mengahiri observasi kelas. Jika dalam observasi kelas ada temuan, maka supervisor memberikan bimbingan dan pendampingan. Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan Esman, Kepala SMA Negeri 2 Palopo melakukan pemantauan pembelajaran melalui layar monitor CCTV yang ada di ruangannya. Aspek psikologis yang mempengaruhi penampilan kerja para guru yang disupervisi ini sejalan dengan teori Gibson et.al. yang menyatakan bahwa perilaku kerja dan kinerja dipengaruhi oleh variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Variabel psikologis terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Berangkat dari teori ini, peneliti berkeyakinan bahwa kesan kaku dan khawatir itu bisa muncul sangat tergantung bagaimana persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi itu dibangun oleh kedua belah pihak (supervisor dan guru) dalam interaksi sosial mereka.
Ada sejumlah alasan mengapa kehadiran pengawas sekolah atau kepala sekolah dalam supervisi kunjungan kelas sering memengaruhi penampilan guru dalam pembelajaran. Kehadiran supervisor lebih dominan mengawasi dan menilai penampilan kerja guru yang dalam paradigma lama sebagai alat kontrol birokrasi untuk mengetahui keterlaksanaan program-programnya. Hal ini didukung oleh fakta bahwa temuan supervisor berkaitan dengan ada tidaknya perangkat administrasi guru, pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan yang tertera dalam RPP, dan pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai alokasi waktu. Beberapa temuan supervisor dapat dijadikan bahan perbaikan pembelajaran, misalnya: kelemahan dalam membuka dan menutup pembelajaran, kelemahan dalam penggunaan model/strategi/metode pembelajaran, dan kelemahan dalam pemanfaatan media pembelajaran berbasis IT. Temuan-temuan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan pribadi antara supervisor dan guru, hasil temuan disampaikan di dalam rapat guru, dan atau disampaikan kepada kepala sekolah sebagai bahan penilaian kinerja guru.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti menemukan bahwa pelaksanaan pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di kota Palopo belum memberikan ruang yang cukup bagi guru untuk berpartisipasi. Kondisi ini menafikan paradigma bahwa guru sebagai tenaga pendidik profesional memiliki otonomi dalam membuat keputusan penting dalam pembelajaran. Padahal, supervisi pendidikan seyogyanya memberi ruang yang cukup bagi pemberdayaan guru. Pemberdayaan berarti memberi ruang yang cukup bagi guru untuk berpartisipasi dalam mengembangkan kinerjanya melalui berbagai aktivitas yang dirancang dari awal oleh sekolah. Pada sisi ini, temuan dalam penelitian ini menguatkan hasil penelitian Atip Suherman dengan judul “Kontribusi Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru dan Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar di SMA Negeri 4 Bogor” yang menyimpulkan bahwa manajemen partisipatif yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bogor telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pengembangan kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih efektif.
Temuan-temuan dalam supervisi pendidikan, seyogyanya, ditindaklanjuti dengan program pembinaan yang lebih memberdayakan, misalnya pemberian dukungan yang kuat baik dana maupun bimbingan teknis yang intens sehingga memotivasi dan membangkitkan komitmen guru dalam kegiatan PTK dan MGMP untuk mewujudkan pembelajaran inovatif. Pada sisi ini, kajian Uhar Suharsaputra tentang model pengembangan kinerja guru melalui dua pendekatan patut dipertimbangkan oleh supervisor. Pendekatan individu yang dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah dan pengawas sekolah) diamati melalui kegiatan supervisi administrasi, supervisi kunjungan kelas, serta pemberdayaan guru melalui penelitian tindakan kelas. Pendekatan organisasi dan manajemen yang dilakukan oleh supervisor (kepala sekolah dan pengawas sekolah) diamati melalui kegiatan pemberdayaan guru melalui organisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Pelaksanaan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan, khususnya supervisi kunjungan kelas belum optimal dan mengalami hambatan di beberapa sekolah. Keterbatasan waktu adalah alasan yang pada umumnya dikemukakan oleh kepala sekolah. Selain itu, faktor terbatasnya fasilitas sekolah, terbatasnya biaya, sikap guru yang sulit berubah merupakan kendala yang dilihat oleh beberapa pengawas sekolah. Hambatan lain dalam pelaksanaan supervisi pendidikan, khususnya supervisi kunjungan kelas, dikemukakan oleh beberapa kepala sekolah pada SMA Negeri di Kota Palopo, yaitu ketidaksiapan sebahagian guru untuk berubah, persepsi guru tentang supervisi, dan keterbatasan dana untuk melaksanakan tindak lanjut temuan berupa diklat, penelitian tindakan kelas atau pertemuan guru di MGMP. Hambatan-hambatan yang dikemukakan di atas berdampak pada suasana dan iklim kerja yang tidak kondusif di sekolah.
Faktor iklim kerja ini perlu disikapi dengan memahami teori lingkungan Taiguri yang mengemukakan bahwa aspek fisik (ekologi) dan cara berpikir anggota organisasi sebagai bagian dari budaya kerja membentuk iklim kerja di sekolah. Taiguri mengemukakan bahwa iklim yang terdapat dalam sutu organisasi, termasuk sekolah, terdiri dari ekologi (aspek fisik, teknologi, kemudahan dll), miliu (dimensi sosial: etnis, gaji, pendidikan, kepuasan), sistem sosial dalam organisasi (struktur administrasi, komunikasi, dll), dan budaya sekolah (nilai, sistem kepercayaan, dan cara berpikir). Keterbatasan waktu, dana dan fasilitas sekolah yang menunjang pembelajaran memengaruhi cara berpikir mereka untuk tidak melakukan perubahan.  Kemudahan dalam mengakses dan menguasai pemanfaatan teknologi informasi juga merupakan kendala para pendidik pada SMA Negeri di Kota Palopo yang memengaruhi iklim kerja yang kondusif mengembangkan kinerja mereka. Faktor komunikasi yang dilakukan oleh supervisor dan para guru agaknya kurang memadai untuk membangun iklim kerja yang kondusif dalam mengembangkan kinerja guru di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jadual mengajar padat dan beban kerja (jumlah jam pelajaran yang diampuh) guru rata-rata melebihi jam wajib guru.
Sikap sebahagian pendidik pada SMA Negeri di Kota Palopo yang sulit berubah merupakan perlawanan terhadap perubahan. Ada sejumlah faktor penyebab pendidik melawan adanya perubahan, yaitu: keamanan, interaksi sosial, status, kompetensi, dan kepercayaan dirinya terancam. Dalam kasus guru pada SMA Negeri di Kota Palopo, penyebab sebagian guru sulit berubah adalah faktor kompetensi. Hal tersebut terlihat pada hasil temuan supervisor dalam kegiatan pembelajaran yang menunjukkan kelemahan sebagian guru dalam memanfaatkan teknologi informasi serta kurangnya kreativitas untuk menciptakan inovasi model pembelajaran. Hasil penilaian kinerja guru oleh supervisor juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran sebagian guru lemah dalam mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Demikian pula pengorganisasian waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan pembelajaran masih menunjukkan kinerja guru lemah. Kinerja   guru dalam hubungan antar pribadi juga menunjukkan sebagian guru masih lemah dalam mengelola interaksi perilaku dalam pembelajaran.
Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi dalam Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi mengajukan enam cara membangun perubahan. Pertama, menyediakan alasan objektif untuk berubah. Pemimpin memperkenalkan harapan dan kepercayaan untuk berhasil kepada karyawan yang selanjutnya akan mengubah sikap perilakunya; Kedua, memberi kesempatan untuk berpartisipasi kepada karyawan sehingga mereka terdorong untuk melakukan diskusi, komunikasi, sugesti, dan tertarik melakukan perubahan. Ketiga, berbagi penghargaan sehingga karyawan merasakan manfaat dari perubahan. Keempat,  komunikasi dan pendidikan/pelatihan sehingga semua karyawan memahami pentingnya perubahan. Kelima, Merangsang kesiapan karyawan agar mereka menyadari perlu adanya perubahan. Keenam, bekerja dengan sistem secara menyeluruh. Dengan demikian, dua hal penting yang sebaiknya dilakukan untuk mendorong perubahan pada SMA Negeri di Kota Palopo, yaitu pembenahan kepemimpinan kepala sekolah dan pemberdayaan guru.
Untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan model pengembangan kinerja guru dibutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang mampu mengatur dan mengelola waktu serta mampu memengaruhi cara berpikir para guru yang dipimpinnya untuk menjadi bagian dari sekolah pembelajar, yaitu sekolah dimana para warganya senantiasa memiliki motivasi kuat untuk belajar dan berubah ke arah yang lebih baik. Pengaruh kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi dan kinerja guru cukup signififan sebagaimana hasil penelitian Rustan S. dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Guru Bahasa Inggeris di Sulawesi Selatan”. Penelitian Rustan menunjukkan bahwa gaya dan situasi kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah serta iklim organisasi Madrasah Aliyah di Sulawesi Selatan secara simultan berpengaruh positif dan signifikan baik terhadap motivasi kerja maupun terhadap kinerja guru bahasa Inggeris. Demikian pula penelitian Hilal Mahmud dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kepala Sekolah terhadap Prestasi Kerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara” yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah secara bersama-sama terhadap prestasi kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara.
Donald G. Krause mengemukakan bahwa dalam kondisi sulit dibutuhkan kepemimpinan efektif. Manajemen dalam kondisi sulit menuntut kepandaian teknis taraf tinggi, komitmen besar terhadap unsur moral dan filosofis karakter. Penolakan, menurut Krause, terhadap perubahan juga terjadi karena, sekalipun setiap orang akhirnya setuju bahwa perubahan itu perlu, tidak setiap orang setuju mengenai besarnya dan arah perubahan yang diperlukan. Pada sisi ini, diperlukan pemimpin efektif. Pemimpin efektif, menurut Krause, adalah orang yang mempersatukan semua orang dalam menanggapi tantangan, menggabungkannya dalam kesatuan-kesatuan yang erat, mengembangkan strategi untuk mengatasi tantangan dan berhasil melaksanakan strategi tersebut.  Selain itu, pengembangan kemampuan yang perlu untuk menjalankan kekuasaan secara efisien dalam kondisi sulit dan penuh tekanan tanpa menghancurkan anggota organisasi merupakan kunci menuju kesuksesan persaingan. Untuk menjamin kesejahteraan masa mendatang pada tingkat pribadi, tingkat organisasi, dan tingkat global, Krause mengajukan prinsip SPARKLE (Self-Discipline/Disiplin Diri, Purpose/ Tujuan, Accomplishment/Penyelesaian, Responsibility/Tanggungjawab, Knowledge/Pengetahuan, Laddership/Kedudukan, dan Example/Keteladanan) sebagai model yang efektif bagi pemimpin-pemimpin yang berhasil. Prinsip kepemimpinan ini merupakan perpaduan konsep-konsep kepemimpinan Sun Tzu, Confucius dan pemikiran terbaik pemimpin militer dan politik modern.
Dalam upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan model pengembangan kinerja guru pada SMA Negeri di Kota Palopo diperlukan peningkatan kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Upaya mengembangkan kinerja guru tidak dapat diwujudkan tanpa disertai usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Peningkatan kualitas kepemimpinan berarti peningkatan kemampuan, kualifikasi, dan kompetensi kepala sekolah dalam memimpin sekolah. Usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, mengingat kondisi kehidupan sekolah sangat dinamis. Untuk itu perlu dipertimbangkan ulang untuk mempersiapkan calon kepala sekolah secara berjenjang melalui uji kompetensi kepala sekolah dan workshop calon kepala sekolah sebelum pada akhirnya dipilih dan diangkat sebagai kepala sekolah.
Kepala sekolah yang telah melalui uji kompetensi dan workshop tetap senantiasa meningkatkan kualitas kepemimpinannya secara mandiri. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi menawarkan empat cara yang dapat dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan kualitas kepemimpinannya, yaitu: (1) berpikir efektif dalam menerapkan keputusan; (2) mengkomunikasikan hasil berpikir; (3) meningkatkan partisipasi dalam memecahkan masalah; dan (4) menggali dan meningkatkan kreativitas. Berpikir efektif berarti kepala sekolah senatiasa berpikir kritis, rasional, objektif, tidak boleh dilakukan secara emosional, dan terbuka dalam mempertimbangkan masukan dari para pendidik. Berpikir efektif juga berarti bahwa berpikir itu harus menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan sekolah. Kepala sekolah harus mampu memilih alternatif keputusan yang tepat berdasarkan kemampuan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Kemampuan berfikir efektif merupakan potensi psikis yang sangat istimewa dan patut senantiasa diasah oleh kepala sekolah.  Dengan demikian, berfikir efektif menghasilkan suatu komitmen pribadi yang memungkinkan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu keputusan. Komitmen harus bisa diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif, kreativitas, pendapat, saran, dan perintah melalui keterampilan komunikasi kepala sekolah. Keputusan didasarkan pada komitmen ditunjukkan Allah swt. sebagaimana firman-Nya dalam QS. Qa>f/50: 29, sebagai berikut:
$tB ãA£t7ムãAöqs)ø9$# £t$s! !$tBur O$tRr& 5O»¯=sàÎ/ ÏÎ7yèù=Ïj9 ÇËÒÈ   
Terjemahnya:
Keputusan-Ku tidak dapat diubah, dan Aku tidak menzalimi hamba-hamba-Ku.23

Keputusan kepala sekolah yang didasarkan pada komitmen diharapkan dapat meningkatkan partisipasi pendidik dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran mereka. Kemampuan kepala sekolah mewujudkan partisipasi dalam memecahkan masalah secara bersama-sama akan melahirkan rasa tanggung jawab dan kreativitas pendidik menemukan model-model pembelajaran inovatif. Kepala sekolah harus senantiasa menggali dan memanfaatkan potensi kreativitas para pendidik dengan cara terus menerus mendorong para pendidik mengembangkan potensi kreativitas yang dimilikinya. Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi dalam Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi menjelaskan bahwa kreativitas berarti memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk mencipta, bersifat daya cipta. Allah swt. memerintahkan hamba-Nya untuk tidak tidak melakukan sesuatu urusan jika tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Isra>/17:36, sebagai berikut:
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  

Terjemahnya:
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.24
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo memiliki kesamaan dengan model manajemen kinerja Deming dengan beberapa terminologi berbeda.
2.    Pelaksanaan model pengembangan kinerja guru melalui supervisi pendidikan pada SMA Negeri di Kota Palopo belum berjalan optimal. Model pengembangan kinerja guru yang diterapkan pada SMA Negeri di Kota Palopo memiliki sejumlah kelemahan, yaitu: (a) perencanaan baru sebatas penjadualan kegiatan serta belum dibuat khusus dan detail berdasarkan analisis kebutuhan; dan (b) pembinaan dan pendampingan belum optimal dan belum fokus pada kebutuhan guru.
CATATAN AKHIR

1.     Q. Azizy dan A. Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: PT.  RajaGrafindo Persada, 2004), h. xxii.
2.     Lihat Seputar Indonesia, Edisi SULSEL & SULBAR, Nomor 2575, Tahun ke 8, 6 Agustus 2012, h. 4.
3.     Afifuddin, “Kinerja Guru Madrasah Aliyah, Studi Tentang Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah, Supervisi Akademik, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru Madrasah Aliyah Negeri di Jawa Barat”, Disertasi, Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Bandung, Bandung, 2007.
4.     Muhammad Yaumi, “Peningkatan Kinerja Guru melalui Penerapan Kecerdasan Jamak”, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 2011.
5.     Mark et.al., Handbook Educational Supervision A Guide for Practition (Boston: Allyn and Bacon Inc., 1991), h. 79.
6.     Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet, 9; Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 662.
7.     Muhammad Yaumi, Model Perbaikan Kinerja Guru dalam Pembelajaran (Makassar: Alauddin Press, 2014), h. 135.
8.     Wibowo, Manajemen Kinerja, Ed.3 (Cet.5; Jakarta: Rajawali Pers,2011), h. 11-12.
9.     R. Wayne Mondy, Robert M. Noe, Human Resources Management (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005), h. 202.
10.  Veithzal Rivai, Islamic Human Capital: Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Islami, Ed.1 (Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 298.
11.  Raymond A. Noe, John R. Hollenberg, Barry Gerhart, Patrick M. Wright, Manajemen Sumber Daya Manusia: Mencapai Keunggulan Bersaing, Edisi 6-Buku 1, Penerjemah David Wijaya (Cet.2; Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 523.
12.  Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet.9; Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 503. Lihat pula Sedarmayanti, Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan serta Meningkatkan Kinerja untuk Meraih Keberhasilan (Cet.1; Bandung: Refika Aditama, 2011), h.202.
13.  Supardi, Kinerja Guru, Ed.1 (Cet.1; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 18-19.
14.  Lihat Wibowo, Manajemen Kinerja , 2011, h. 25-33.
15.  Dadang Suhardan, Supervisi Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. 3; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 36-37. Lihat pula Supardi, Kinerja Guru, h. 75.
16.  Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi. Buku Pegangan Kuliah (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 33.
17.  Dadang Suhardan, Supervisi Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah, h. 47.
18.  Suharsimi Arikunto dkk., Dasar-Dasar Supervisi. Buku Pegangan Kuliah, h. 3 dan 45-47.
19.  Lesson study sudah berkembang di Jepang sejak awal 1900an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi peserta didiknya aktif belajar mandiri. Lesson Study merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, dari dua kata jugyo berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu berarti study atau research atau pengkajian. Lesson study merupakan study atau penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran. Lihat Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, ed. 1. Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2010, h. 384-388.
20.  Hilal Mahmud, Administrasi Pendidikan (Menuju Sekolah Efektif), h. 184-187. Lihat pula Supardi, Kinerja Guru, h. 105-106. Lihat pula Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan (Bandung: Ajfabeta, 2010), h. 230-231.
21.  Wibowo, Manajemen Kinerja, h. 414-416.
22.  Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,  h. 58-61.
23.  Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 749.
24.  Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 389.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim.
Allmon, Barbara dan Sara Freeman. Menjadi Guru Kreatif. Yogyakarta: Golden Book, 2010.
Anggraeni, Mustika. “Pengaruh Manajemen Pembelajaran dan Pengalaman Kerja dalam Upaya Pengembangan kinerjan Guru di SMA PGRI Slawi”, Thesis Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. 2008.
Appelo, Jurgen. Management 3.0: Memimpin Pengembang Agile, Mengembangkan Pemimpin yang Tangkas, Lincah, dan Gesit. Penerjemah Ati Cahayani. Jakarta: PT. Indeks, 2013.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Supervisi. Buku Pegangan Kuliah. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. Penelitian Tindakan Kelas. Cet. X; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Amstrong, Michael. Performance Management. Alih bahasa Tony Setiawan. Yogyakarta: Tugu, 2004.
Arniati PH dan Deni Hadiana. Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan. Jakarta: Puspendik, 2008.
Bacal, Robert. Performance Management, terj. Surya Darma. Jakarta: Gramedia, 2001.
_______ . How to Manage Performance. New York: McGraw-Hill Companies, inc., 2004.
Barclay, I., Dann, Z., and Holroyd, P. New Product Development a Practical Workbook for Improving Performance. Oxford: Butterworth Heinemann, 2000.
Bell, Julie. Performance Intelligence at Work. New York: McGraw-Hill Companies, inc., 2009.
Bono, Edward de. New Thinking for the New Millenium. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000.
Braham, Barbara J. Creating A Learning Organization, terj. Zalzulifa. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, ed. 1. Cet. 4; Jakarta: Kencana, 2009.
_______ . Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik. Dan Ilmu Sosial Lainnya, ed. 1. Cet. 4; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Bush, T., L. Bell & D. Middlewood. The Principles of Educational Leadership. Second Edition. London: A Sage Publications Company, 2010.
Cascio, Wayne F. Managing Human Resource. New York: McGraw Hill, 2006.
Covey, Stephen R. The Leader in Me. Jakarta: Gramedia, 2008.
Daft, Richard L. Era Baru Manajemen (New Era of Management), Buku 2, Ed. 9. Penerjemah Tita Maria Kanita, Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Danim, Sudarwan. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya, juz 1-30. Surabaya: Mekar Surabaya, 2004.
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku I. Jakarta: Depdiknas, 2003.
DePorter, Bobbi. Quantum Note-Taker. Bandung: Kaifa, 2004.
_______ . Quantum Thinker. Bandung: Kaifa, 2004.
_______ . Quantum Learner. Bandung: Kaifa, 2004.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Bandung: Kaifa, 2009.
Dharma, Surya. Manajemen Kinerja, Falsafah, Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2004.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (R-SMA-BI). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2009.
Direktorat Tenaga Kependidikan. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Dressler, G. Human Resources Management. Nineth Edition. New Jersey: Upper Saddler River, Prentice Hall, 2003.
Engkoswara dan Aan Komariah. Administrasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010.
Engkoswara. Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung: Yayasan Amal Keluarga, 2001.
Fahmi, Irham. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Cetakan Ketiga; Bandung: Alfabeta, 2013.
Fiedler, B. Strategic Management for School Development Leading Your School’s Improvement Strategy. London: A Sage Publications Company, 2005.
Godard, Alain and Vincent Lenhardt. Transformational Leadership, Shared Dreams to Succeed. London: Macmillan Publishers, 2000.
Griffin, Ricky W. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat, 2004.
Hoon, Hum Sin. Memenangkan Persaingan Cara Cheng Ho Seni Kolaborasi, Kepemimpinan, Pengelolaan SDM dan Logistik, serta Warisan Iman Sang Laksamana Agung. Terj. Djohan Diaz Tjahjadi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2012.
Hughes, R.L., R.C. Ginnet & G.J. Curphy. Leadership Enhancing the Lesson of Experience. New York: McGraw Hill.
Hussey, D.E. How to Manage Organisational Change. London: Kogan Page Limited, 2000.
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitati). Cet. II; Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
Jalal, Fasli & Deddy Supriadi (Editor). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adi Cita, 2001.
Jensen, Eric. Guru Super & Super Teaching, Lebih dari 1000 Strategi Praktis Pengajaran Super, terj. Benyamin Molan. Jakarta Barat: PT. Indeks Permata Puri Media,  2010.
Kadarisman, M. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, ed. 1. Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Kasali, Rhenald. Change. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Lako, A. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi (Isu, Teori, dan Solusi). Yogyakarta: Amara Books, 2004.
Mahmud, Hilal. “Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kepala Sekolah terhadap Prestasi Kerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Luwu Utara”, Thesis Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Narotama Surabaya(UNS), Surabaya. 2007.
_______ . Administrasi Pendidikan (Menuju Sekolah Efektif), Edisi Perdana (Palopo: Lembaga Penerbitan Kampus (LPK) STAIN Palopo, 2013.
Maddux, Robert B. Effective Performance Appraisals. California: Crisp Publication, Inc., 2000. 
Madya, Suwarsih, Penelitian Tindakan (Action Research), Teori dan Praktik. Cet. 4; Bandung: Alfabeta, 2011.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Cet. 30; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1994.
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Noe, Raymond A, John R. Hollenbeck, Barry Gerhart, Patrick M. Wright. Human Resource Management: Gaining A Competitive Advantage, terj. David Wijaya, 6th ed. Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2011.
Pardong, A. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas. Jakarta: Badan Diklat Depdiknas, 2003.
Parkay, F.W & G.J. Hass & E.J. Ancil. Curruculum Leadership Reading for Developing Quality Educational Program. Nineth Edition. New York: Pearson. 2010.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
_______ . Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Sekolah/Madrasah.
______ . Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
_______ . Undang-Undang R.I. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Rivai, Veithzal, Deddy Mulyadi. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, ed. 3. Cet. 9; Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Rivai, Veithzal. Islamic Human Capital Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Islami. Ed.1, Cet.1; Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Robbins, Stephen P., Coulter, Mary. Management. Tenth Edition, Terj. Bob Sabran dan Devri Burnadi Putera. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
Rusman. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, ed. 1. Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Rustan S. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Guru Bahasa Inggeris di Sulawesi Selatan”, Disertasi Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Makassar, Makassar, 2010.
Sahertian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bhinneka Cipta, 2000.
Sedarmayanti. Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan serta Meningkatkan Kinerja untuk Meraih Keberhasilan. Cet. I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Sharma, S.L. Educational Management, A Unified Approach of Education. New Delhi: Global India Publications, 2009.
Smith, Jane. Empowering People. London: Kogan Page Limited, 2000.
Stuart-Kottze, Robin. Performance. London: Prentice Hall, 2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Cet. X; Bandung: Alfabeta, 2007.
­­­­­­_______ . Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. Cet. V; Jakarta: Alfabeta, 2008.
_______ . Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2012.
Suharsaputra, Uhar. Administrasi Pendidikan. Cet, I; Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.
Suhardan, Dadang. Supervisi Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah. Cet. 3; Bandung: Alfabeta, 2010.
Suherman, Atip.Kontribusi Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru dan Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar  di SMA Negeri 4 Bogor”, Thesis Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universditas Gunadarama Jakarta,. 2011.
Supardi. Kinerja Guru. Ed. 1, Cet. 1; Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Supriadi, Dedi. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Cet. 1; Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 1998.
Susanto, A. B. dan R. Masri Sareb Putra. 60 Management Gems: Applying Management Wisdom in Life. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010
Wade, D. and Recardo, R. Coorporate Performance Management: How to Build a Better Organization Through Measurement-Driven Strategic Allignment. Oxford: Butterworth-Heinemann, 2001.
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2009.
Wibisono, Dermawan. Manajemen Kinerja Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Wibowo. Manajemen Kinerja, ed. III. Cet. V; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011.
_______. Manajemen Perubahan, ed. 3. Cet. 3; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011.
Wiles, J & J. Bondi. Supervision A Guide to Practice. Second Edition. London: Charles E. Merrill Publishing Company, 2003.
Yaumi, Muhammad. “Pengembangan kinerja Guru Melalui Penerapan Kecerdasan Jamak”, Disertasi Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 2011.
_______. Model Perbaikan Kinerja Guru dalam Pembelajaran. Makassar: Alauddin Press, 2014.